Saturday 15 August 2009

Bisnis Sontoloyo!

toto zurianto

Alangkah malangnya para penggemar sepakbola Siaran Langsung dari Eropa, terutama para penggemar Liga Inggris English Premier League (ELP). Selama 5 tahun terakhir, hampir setiap tahun mereka terpaksa harus mengeluarkan biaya sekitar Rp2 juta setahun untuk berganti-ganti provider, berganti parabola (juga cable), akibat pengelolaan yang tidak profesional. Dulu, siaran langsung Liga Inggris, yang ditayangkan melalui ESPN dan Star Sport (ESS) mudah disaksikan hanya melalui parabola tanpa harus membayar. Lalu munculah era siaran televisi berbayar, mula-mula melalui Indovision dengan menggunakan parabola dan decoder. Kita bolehlah menyaksikan siaran ESS dengan membayar iuran + joining fee dan uang jaminan. Kemudian muncul Kabel Vision (first media), kitapun beralih ke siaran Kabel untuk menyaksikan ESPN dan Star Sport. Habis itu, muncul pula ASTRO, maka penggemar Liga Inggris juga beralih ke ASTRO, tentu saja dengan membayar dan memasang Parabola + Decoder baru + uang jaminan. Usia ASTRO hanya 1 tahun, termasuk pertengkaran sesama pemegang saham antara pihak Malaysia dengan Indonesia. Liga Inggris-pun selanjutnya beralih ke perusahaan (baru) di bawah Rini Suwandi, AORA TV. Ini AORA TV benar-benar hanya khusus menyiarkan Liga Inggris saja. Meskipun mereka berjanji akan menyiarkan lebih dari 50 channel, sampai dengan hari ini, ketika mereka mundur dari ESPN dan Star Sport untuk menyiarkan Liga Inggris, nyatanya sepanjang tahun ini (2008/2009), siaran merka hanya mencakup 12 channel saja. Luar biasa sekali, tetapi para pecinta EPL (Liga Inggris) tetap bisa menerima meskipun merasa "telah ditipu". Bayangkan, untuk langganan hanya 12 channel, mereka harus membayar Rp1.750.000 per tahun.

Hari ini, siaran langsung Liga Inggris, sudah hilang dari AORA TV, tetapi tidak jelas, siapa yang akan kebagian akan menyiarkan pertandingan tersebut, kecuali TV ONE yang mendapatkan Hak Siar untuk televisi tanpa bayar. Mungkin bukan sekedar uang, tetapi kegalauan kita menyaksikan pertempuran para businessmen yang berlangsung tanpa disertai tanggung jawab terhadap para konsumennya. Kita tidak tahu bagaimana peran "pemerintah" dalam mengatasi situasi seperti ini. Yang jelas, dapat dipastikan, secara makro, pastilah pola percaturan bisnis siaran Liga nggris ala Indonesia ini, menghabiskan biaya yang tidak kecil. Mungkin ada pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan besar, tapi lebih banyak pihak-pihak yang mengalami kerugiaan. Konsumen, jelas merasa dirugikan akibat bisnis plintat-plintut dan sontoloyo ini.

No comments: