toto zurianto
Transformasi berbuat prestasi, demikian judul iklan setengah halaman yang muncul di surat khabar hari ini. Iklan itu memberikan informasi kepada masyarakat, terutama stakeholders-nya Pertamina, bahwa perusahaan (milik negara) tersebut telah menuai hasil yang baik. Pertamina sukses melampaui target peningkatan produksi 2009 yang ditetapkan, baik menyangkut produksi Minyak maupun produksi Gas. Sesuai target yang telah ditetapkan, pada tahun 2009, Pertamina diharapkan mampu memproduksi Minyak per hari sebanyak 171,9 ribu barrel dan Gas sebanyak 1.256 juta kaki kubik per hari. Sampai bulan Agustus 2009 ini, ternyata hasilnya sangat luar biasa, masing-masing mencapai 184,1 ribu barrel per hari untuk Minyak dan 1.455 juta kaki kubik Gas per hari. Jadi, untuk produksi Minyak terdapat prestasi di atas target sekitar 7% dan Gas sekitar 15%. Ini belum sampai ke produksi akhir tahun, jangan-jangan bisa melampaui sekitar 10 dan 20%. Luar Biasa!
Bagaimana Pertamina bisa mencapainya? Ini adalah bukti pengembangan kompetensi SDM sudah berhasil dilakukan Pertamina yang didukung oleh kemampuan teknologi dan sikap profesionalisme pegawai. Secara tegas, disebutkan bahwa, kerja Keras adalah Energi penting bagi (pegawai) Pertamina sehingga hasilnya menjadi lebih baik.
Lalu bagaimana kita menyikapi keagresivan iklan Pertamina ini? Saya tidak mengetahui bagaimana detail dari Program Transformasi Pertamina (PTP). Menurut saya, pasti, perusahaan minyak ini, mulai mengarahkan kebijakan organisasi dan SDM-nya menjadi lebih efisien dan efektif dengan menutup lobang terhadap kebocoran, menerapkan governance yang kuat, dan lebih menghargai pegawai yang berprestasi dibandingkan yang medioker. Perusahaan dituntut untuk lebih menghargai performance katimbang senioritas dan hubungan dekat atasan-bawahan.
Hanya ada 3 hal yang menjadi pertanyaan saya;
Pertama, siapa yang menetapkan target pencapaian Pertamina tersebut, apakah pemerintah (Kementerian BUMN) sebagai pemegang saham, atau manajemen Pertamina sendiri. Para stakeholders perlu mengetahui situasi ini, jangan sampai, target tersebut ternyata hanya berasal dari kalangan internal manajemen Pertamina saja.
Kedua, apakah target yang ditetapkan tersebut sudah realistis atau terlalu mudah! Kalau mudah, jelas sasaran akhirnya akan mudah dicapai. Meskipun targetnya sudah lebih tinggi dibandingkan dengan target tahun 2008, tetap kita harus aware, apakah angka itu sesuatu yang realistis atau tidak.
Ketiga, pengukuran suatu pencapaian kinerja selalu bersifat relatif, bukan absolut. Oleh karena itu, kita selalu harus melakukan perbandingan dengan perusahaan lain yang setara Pertamina, atau menghabiskan resources (biaya) relatif sama dengan yang dihabiskan Pertamina.
Pengukuran Kinerja memang menghendaki beberapa kondisi. Bahwa Pertamina saat ini jauh lebih baik dari Pertamina sebelumnya, mungkin suatu kenyataan. Tetapi, proses pengukuran kinerja suatu perusahaan, bagaimanapun mempunyai peluang untuk kita sempurnakan. Pertamina, tentu saja kurang pas kalau dipersaingkan dengan perusahaan-perusahaan BUMN lain. Kinerja yang bagus, selalu menghendaki metoda penilaian yang lebih tepat. Bravo Pertamina, semoga lebih superb di masa mendatang!
No comments:
Post a Comment