toto zurianto
Sama seperti manusia lainnya, pemimpin juga tidak selamanya benar. Setidaknya, banyak diantara kita yang meskipun statement-nya tidak salah, sering juga mengalami dampak komunikasi yang kurang menyenangkan. Sesuatu yang benar, karena sesuatu yang kurang tepat, berpotensi melahirkan kekisruhan yang bisa sangat berbahaya.
Karena itu, menyadari kekeliruan dan ingin memperbaikinya, merupakan peristiwa tidak mudah yang sering tidak dimiliki oleh seorang pemimpin. Bukan sekedar gengsi, tetapi ada kekhawatiran, apa yang dilakukannya akan berdampak besar kepada dirinya dan nilai kepemimpinannya.
Saya sangat tertarik ketika Presiden Obama, mencoba mengklarifikasikan pernyataannya tentang polisi Amerika, yang disebutnya "bodoh" akibat peristiwa salah tangkap terhadap seorang Profesor dari Harvard University, Massachusetts. Tidak menunggu terlalu lama untuk menimbang-nimbang, Obama, orang nomor satu Amerika Serikat, bahkan dunia itu, buru-buru melakukan pertemuan "beer diplomacy" yang melibatkan sang Profesor Henry Louis Gates dan sang sersan Polisi James Crowley, serta Wakilnya Joe Biden. "Maafkan aku", itulah kira-kira yang dikatakan Obama, ia merasa sebagai seorang Presiden, meskipun mempunyai kekuasaan yang besar, tidaklah sepantasnya untuk memberikan pernyataan yang keras, meskipun hal itu telah didukung oleh informasi dan data yang sangat akurat. Banyak langkah-langkah yang lebih bersifat "mind and heart" yang bisa dimanfaatkan, ketimbang melalui statement yang bisa melahirkan kekeliruan dan multi tafsir yang tidak menguntungkan.
Siapkan kita untuk melakukan hal seperti yang dilakukan Obama ini?
No comments:
Post a Comment