toto zurianto
Pidato Hilarry Clinton, Menteri Luar Negeri AS pada dialog ekonomi tingkat tinggi USA dan Cina di Washington hari ini antara lain menyebutkan, "sementara kita tidak mungkin bisa sepakat atas seluruh isu yang bertentangan, hal utama yang bisa kita capai adalah menyatukan Hati dan Pikiran kita (mind and heart)". Upaya ini sangat penting dan membantu, karena perselisihan pada dasarnya tidak pernah terbukti bisa diatasi dengan tindakan yang saling merugikan.
Apakah yang disampaikan Hilarry ini bisa efektif untuk mengatasi perbedaan pendapat diantara berbagai negara, khususnya dalam mengatasi hubungan antara Cina dan USA? Harapan itu tentu seperti itu. Bagaimanapun kedua negara ini adalah raksasa ekonomi dunia saat ini yang akibat policy keduanya, sangat besar pengaruhnya kepada perkembangan perekonomian dunia pada saat ini. Krisis perekonomian Global, kalau benar ingin kita atasi, tidak bisa dilakukan melalui tangan besi, dan hanya atas kepentingan (ego) dari masing-masing negara. Hasil yang lebih baik biasanya akan terwujud ketika masing-masing negara mulai menurunkan daya tawarnya sehingga mencapai keseimbangan yang lebih adil, lebih sedikit risikonya, dan memberikan solusi yang lebih bisa dinikmati banyak orang.
Inilah mungkin yang dimaksudkan Hillary sebagai upaya untuk menggunakan atau melibatkan mind and heart dalam membantu mengatasi perbedaan pendapat pada komunike internasional dewasa ini, khusus pada hubungan Cina dan Amerika Serikat.
Pertemuan ini adalah yang pertama kali diadakan pada era pemerintahan Obama, dan dihadiri, selain akan dihadiri oleh Presiden Obama yang akan memberikan speech-nya, Cina datang dengan mengutus delegasi tingkat tingginya, dipimpin Wakil Perdana Menteri Wang Qishan dan Menteri Luar Negeri Dai Bingguo.
CHANGE and Leadership mengundang teman dan sahabat untuk sharing pengetahuan, informasi, atau hiburan dalam rangka memperluas wawasan dan persahabatan! CHANGE and Leadership tidak membatasi peminat pada suatu bidang keilmuan atau minat tertentu. CHANGE and Leadership adalah forum lintas pengetahuan, bisa digunakan untuk mengulas hal-hal yang berhubungan dengan praktek kepemimpinan, manajemen, SDM, sosial, ekonomi, dan politik, juga bagi penggemar sport, sastra, musik, kuliner, dan travel!
Monday, 27 July 2009
Sunday, 26 July 2009
Talent Reward Strategy
toto zurianto
Strategi pemberian penghargaan (reward) pada perusahaan-perusahaan besar, diharapkan mampu mempertahankan pegawai yang berkinerja tinggi sekaligus bisa memikat para talenta ekstern untuk bergabung pada perusahaan tersebut. Tentunya kebijakan ini semakin tidak mudah karena perusahaan diharuskan untuk selalu keep watching dan memperhatikan para pesaing dalam melakukan kebijakan yang sama. Kebijakan yang terlalu homogen yang berlakukan semua pegawai pada seluruh bidang pekerjaan sama, dengan kebijakan reward yang sama, semakin lama semakin tidak digunakan. Perusahaan akan lebih menggunakan sistem yang bervariaasi mengingat kebijakan Talent Management dan Human Capital Strategy yang akan berbeda, bahkan untuk tahun yang berbeda. Oleh karena itu, Strategy Reward di masa depan, hendaknya dilakukan dengan selalu memperhatikan prioritas yang sedang ditempuh perusahaan.
Kultur Kerja dan Elemen Reward
Pemberian reward kepada pegawai umumnya memperhatikan kultur kerja (work culture) dan bentuk elemen reward yang diberikan perusahaan. Oleh karena itu, variasi pemberian reward pada masing-masing elemen, sangat dipengaruhi oleh kultur kerja pada masing-masing pekerjaan. Misalnya, pada kultur kerja yang fungsional, khusus dalam pemberian reward Gaji Dasar (Base Salary), maka elemen gaji biasanya didasarkan kepada Standar Nilai Jabatan (Standard job grade) yang berbentuk moderat.
Elemen lain yang sering membedakan pola reward adalah proses kerja (business process)
yang dilakukan, apakah lebih dominan proses kerja yang individual, atau proses kerja berdasarkan tim tertentu (team based). Termasuk pula apabila pekerjaan itu dilakukan dalam bentuk jaringan (networks) dari beberapa tempat dan jenis pekerjaan. Ini adalah pilihan-pilihan yang bisa kita lakukan, atau beberapa kombinasi yang paling sesuai dengan kultur kerja di masing-masing perusahaan.
Semangat Kompetitif
Pertimbangan penting lain yang selalu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan modern adalah selalu melakukan benchmark kepada pihak lain yang dianggap sebagai kompetitior perusahaan. Tidak saja dalam pengertian kompetitor untuk menghasilkan produk atau pemberian jasa, tetapi bahkan dalam rangka mendapatkan talent untuk mendukung operasional perusahaan, menjadi bagian penting dari semangat kompetitif yang harus dipertimbangkan. Semua perusahaan selalu harus memperhatikan, bagaimana pemberiannya kepada para pegawainya dibandingkan dengan apa yang diberikan kompetitornya. Tetapkanlah posisi moderat yang membuat orang menjadi tidak akan mudah meninggalkan perusahaan kita, karena kombinasi Reward yang membuat kita lebih unggul dibandingkan perusahaan lain.
Strategi pemberian penghargaan (reward) pada perusahaan-perusahaan besar, diharapkan mampu mempertahankan pegawai yang berkinerja tinggi sekaligus bisa memikat para talenta ekstern untuk bergabung pada perusahaan tersebut. Tentunya kebijakan ini semakin tidak mudah karena perusahaan diharuskan untuk selalu keep watching dan memperhatikan para pesaing dalam melakukan kebijakan yang sama. Kebijakan yang terlalu homogen yang berlakukan semua pegawai pada seluruh bidang pekerjaan sama, dengan kebijakan reward yang sama, semakin lama semakin tidak digunakan. Perusahaan akan lebih menggunakan sistem yang bervariaasi mengingat kebijakan Talent Management dan Human Capital Strategy yang akan berbeda, bahkan untuk tahun yang berbeda. Oleh karena itu, Strategy Reward di masa depan, hendaknya dilakukan dengan selalu memperhatikan prioritas yang sedang ditempuh perusahaan.
Kultur Kerja dan Elemen Reward
Pemberian reward kepada pegawai umumnya memperhatikan kultur kerja (work culture) dan bentuk elemen reward yang diberikan perusahaan. Oleh karena itu, variasi pemberian reward pada masing-masing elemen, sangat dipengaruhi oleh kultur kerja pada masing-masing pekerjaan. Misalnya, pada kultur kerja yang fungsional, khusus dalam pemberian reward Gaji Dasar (Base Salary), maka elemen gaji biasanya didasarkan kepada Standar Nilai Jabatan (Standard job grade) yang berbentuk moderat.
Elemen lain yang sering membedakan pola reward adalah proses kerja (business process)
yang dilakukan, apakah lebih dominan proses kerja yang individual, atau proses kerja berdasarkan tim tertentu (team based). Termasuk pula apabila pekerjaan itu dilakukan dalam bentuk jaringan (networks) dari beberapa tempat dan jenis pekerjaan. Ini adalah pilihan-pilihan yang bisa kita lakukan, atau beberapa kombinasi yang paling sesuai dengan kultur kerja di masing-masing perusahaan.
Semangat Kompetitif
Pertimbangan penting lain yang selalu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan modern adalah selalu melakukan benchmark kepada pihak lain yang dianggap sebagai kompetitior perusahaan. Tidak saja dalam pengertian kompetitor untuk menghasilkan produk atau pemberian jasa, tetapi bahkan dalam rangka mendapatkan talent untuk mendukung operasional perusahaan, menjadi bagian penting dari semangat kompetitif yang harus dipertimbangkan. Semua perusahaan selalu harus memperhatikan, bagaimana pemberiannya kepada para pegawainya dibandingkan dengan apa yang diberikan kompetitornya. Tetapkanlah posisi moderat yang membuat orang menjadi tidak akan mudah meninggalkan perusahaan kita, karena kombinasi Reward yang membuat kita lebih unggul dibandingkan perusahaan lain.
Saturday, 25 July 2009
Mencari Pemimpin
toto zurianto
Pilpres sudah usai, pemenangnya Pak SBY sebagai Presiden dan Pak Boediono sebagai Wakil Presiden. Mereka akan dilantik pada bulan Oktober nanti untuk masa jabatan 2009-2014. Lalu sebelum itu, akan ramai kasak-kusuk, siapa yang akan menjadi Menteri, siapa pejabat negara lain selain Menteri yang akan dipilih presiden. Berbagai institusi lainpun akan menggelar pemilihan Pimpinannya. Termasuk, siapa pengganti Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia. Juga siapa pengganti-pengganti para Menteri terpilih nanti!
Akan banyak agenda politik negara yang akan terjadi dalam waktu 6 bulam ke depan. semuanya akan menyita pandangan rakyat Indonesia. Karena ini adalah upaya kita mendapatkan pemimpin terbaik yang tidak saja harus mempunyai visi dan program perubahan yang kuat, tetapi sekaligus mempunyai Integritas yang tidak diragukan. Integritas adalah tantangan berat yang harus dimiliki oleh para pemimpin negara ini. Kita sudah bosan dengan pemimpin ala kadarnya karena dekat dengan pemegang kekuasaan, atau masih suka menawar dan talik ulur dalam upaya memegang integritas. Rakyat sudah muak, menyaksikan pemimpin yang hanya bisa kotbah, belagak alim, padahal masih suka melakukan keputusan yang diluar wewenangnya. Rakyat sudah tidak sabar, ingin memiliki pemimpin yang tidak saja pintar, tetapi sekaligus jujur, tidak rakus, tidak KKN (Tidak korupsi, Tidak nepotisme), juga mempunyai pendapat yang kuat dengan Efisiensi dan Efektivitas Kerja.
Sosok pemimpin yang seperti apa yang kita inginkan untuk ikut dalam membangun negara yang sebenarnya sarat dengan potensi ini? Pertama, kita sangat perlu mengetahui visi pemimpin terhadap negara ini. Seorang Menteri Kabinet misalnya, kita mau tahu apa yang akan dilakukannya selama 5 tahun kepemimpinannya, apakah sekedar melanjutkan policy pemimpin sebelumnya, atau bagaimana? Contohnya, Menteri Pekerjaan Umum, bagaimana visinya mengenai pembangunan jalan raya Indonesia? Kebijakan seperti apa yang akan dilakukannya. Bagaimana mengenai pembangunan irigasi, atau pekerjaan lain yang bisa dinikmati dan mempermudah masyarakat kita. Kita perlu mengetahui secara detail, kalau perlu lengkap dengan time-frame dan schedule-nya. Bagaimana dan bagaimana, serta siapa yang akan disertakannya dalam masa kepemimpinannya nanti.
Kedua, kita harus meyakini bahwa pemimpin kita mempunyai semangat untuk mengambil keputusan, artinya berani melakukan tindakan. Jangan sekedar konsep, tetapi tidak pernah jalan. Inilah pertimbangan penting yang harus kita ketahui bersama. Kita sudah muak dengan pemimpin yang keputusannya adalah berusaha untuk mengkaji kembali dan melakukan kajian berulang-ulang untuk diulang kembali. Pemimpin yang selalu memutuskan untuk melakukan pengkajian ulang, tidak layak untuk di-idolakan.
Hal lain, ketiga, adalah keteguhannya menempatkan nilai-nilai (values) sebagai the way of life yang abadi dan tidak goyah karena pertemanan, ancaman, atau uang! Ini yang kita sebut Leaders with Principle! Orang yang tidak pernah toleran dalam eksekusi, meskipun dia tetap harus terbuka menerima masukkan.
Pemimpin adalah perpaduan antara cita-cita yang tinggi (visionary), kemampuannya mewujudkan cita dengan tindakan yang berani dan pantas, serta selalu diwarnai oleh nilai-nilai luhur universal yang tak terbantahkan di belahan dunia manapun kita berada.
Pilpres sudah usai, pemenangnya Pak SBY sebagai Presiden dan Pak Boediono sebagai Wakil Presiden. Mereka akan dilantik pada bulan Oktober nanti untuk masa jabatan 2009-2014. Lalu sebelum itu, akan ramai kasak-kusuk, siapa yang akan menjadi Menteri, siapa pejabat negara lain selain Menteri yang akan dipilih presiden. Berbagai institusi lainpun akan menggelar pemilihan Pimpinannya. Termasuk, siapa pengganti Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia. Juga siapa pengganti-pengganti para Menteri terpilih nanti!
Akan banyak agenda politik negara yang akan terjadi dalam waktu 6 bulam ke depan. semuanya akan menyita pandangan rakyat Indonesia. Karena ini adalah upaya kita mendapatkan pemimpin terbaik yang tidak saja harus mempunyai visi dan program perubahan yang kuat, tetapi sekaligus mempunyai Integritas yang tidak diragukan. Integritas adalah tantangan berat yang harus dimiliki oleh para pemimpin negara ini. Kita sudah bosan dengan pemimpin ala kadarnya karena dekat dengan pemegang kekuasaan, atau masih suka menawar dan talik ulur dalam upaya memegang integritas. Rakyat sudah muak, menyaksikan pemimpin yang hanya bisa kotbah, belagak alim, padahal masih suka melakukan keputusan yang diluar wewenangnya. Rakyat sudah tidak sabar, ingin memiliki pemimpin yang tidak saja pintar, tetapi sekaligus jujur, tidak rakus, tidak KKN (Tidak korupsi, Tidak nepotisme), juga mempunyai pendapat yang kuat dengan Efisiensi dan Efektivitas Kerja.
Sosok pemimpin yang seperti apa yang kita inginkan untuk ikut dalam membangun negara yang sebenarnya sarat dengan potensi ini? Pertama, kita sangat perlu mengetahui visi pemimpin terhadap negara ini. Seorang Menteri Kabinet misalnya, kita mau tahu apa yang akan dilakukannya selama 5 tahun kepemimpinannya, apakah sekedar melanjutkan policy pemimpin sebelumnya, atau bagaimana? Contohnya, Menteri Pekerjaan Umum, bagaimana visinya mengenai pembangunan jalan raya Indonesia? Kebijakan seperti apa yang akan dilakukannya. Bagaimana mengenai pembangunan irigasi, atau pekerjaan lain yang bisa dinikmati dan mempermudah masyarakat kita. Kita perlu mengetahui secara detail, kalau perlu lengkap dengan time-frame dan schedule-nya. Bagaimana dan bagaimana, serta siapa yang akan disertakannya dalam masa kepemimpinannya nanti.
Kedua, kita harus meyakini bahwa pemimpin kita mempunyai semangat untuk mengambil keputusan, artinya berani melakukan tindakan. Jangan sekedar konsep, tetapi tidak pernah jalan. Inilah pertimbangan penting yang harus kita ketahui bersama. Kita sudah muak dengan pemimpin yang keputusannya adalah berusaha untuk mengkaji kembali dan melakukan kajian berulang-ulang untuk diulang kembali. Pemimpin yang selalu memutuskan untuk melakukan pengkajian ulang, tidak layak untuk di-idolakan.
Hal lain, ketiga, adalah keteguhannya menempatkan nilai-nilai (values) sebagai the way of life yang abadi dan tidak goyah karena pertemanan, ancaman, atau uang! Ini yang kita sebut Leaders with Principle! Orang yang tidak pernah toleran dalam eksekusi, meskipun dia tetap harus terbuka menerima masukkan.
Pemimpin adalah perpaduan antara cita-cita yang tinggi (visionary), kemampuannya mewujudkan cita dengan tindakan yang berani dan pantas, serta selalu diwarnai oleh nilai-nilai luhur universal yang tak terbantahkan di belahan dunia manapun kita berada.
Friday, 24 July 2009
Komitmen
toto zurianto
By definition, Komitmen berarti, "an agreement or pledge to do something in the future" atau "the state or an instance of being obligated or emotionally impelled". Ia, inilah arti yang simpel dari sebuah kata, Komitmen. Kita selalu terpesona dan sering mendengarkan kata Komitmen ini. Siapapun yang berjanji, siapa yang menjadi Pemimpin, selalu dituntut untuk menjaga suatu Komitmen, atau pernyataan janji untuk melakukan sesuatu pada waktu yang ditetapkan. Susah memang, tetapi inilah tindakan (action) dan pernyataan/tindakan yang emosional (emotinally state) yang menjadi penagih janji dari orang-orang yang merasa memberi janji kepada penerima janji.
Dalam hubungan dengan pemimpin, atau calon pemimpin, biasanya banyak janji-janji yang luar biasa indahnya yang akan dijalankan seorang (calon) pemimpin, apabila dia ternyata berhasil menduduki jabatan tersebut. Kita, atau siapapun yang pernah mendengar pernyataan keinginan tindak seperti itu, dituntut pula untuk menagih dan meminta pemberi pernyataan untuk merealisasikan Komitmentnya. Apabila mampu memenuhi komitmen, hasilnya menjadi sangat luar biasa. Kredibilitas seseorang yang mampu menjaga komitmen, akan memberikan dampak yang luar biasa terhadap reputasi dan performancenya. Tentu saja kondisi sebaliknya akan berlaku pula apabila, komitmen tidak berhasil untuk dipenuhi.
Siapaun kita, dalam tindakan kita, untuk menjaga komitmen kita, hal utama yang harus kita jaga adalah untuk senantiasa mempertahankan kebenaran. Tidak saja tentang ucapan-ucapan yang benar, tetapi sesuatu yang bisa kita wujudkan. Kita sering melihat, bagaimana pemimpin tidak begitu memahami konsekuensi dari tindakannya atau keputusannya yang sebenarnya membuat dia menjadi kurang mampu menjaga komitmen yang pernah diucapkannya. Karena itu, pemahaman kita terhadap isu-isu yang kita katakan, adalah dasar utama sebelum kita mampu memberikan komitmen. Bagaimanapun Komitmen adalah sebuah reputasi, yang bisa membuat nilai diri kita menjadi sangat rendah, atau akan semakin baik apabila kita bisa menjaga dan memenuhinya.
By definition, Komitmen berarti, "an agreement or pledge to do something in the future" atau "the state or an instance of being obligated or emotionally impelled". Ia, inilah arti yang simpel dari sebuah kata, Komitmen. Kita selalu terpesona dan sering mendengarkan kata Komitmen ini. Siapapun yang berjanji, siapa yang menjadi Pemimpin, selalu dituntut untuk menjaga suatu Komitmen, atau pernyataan janji untuk melakukan sesuatu pada waktu yang ditetapkan. Susah memang, tetapi inilah tindakan (action) dan pernyataan/tindakan yang emosional (emotinally state) yang menjadi penagih janji dari orang-orang yang merasa memberi janji kepada penerima janji.
Dalam hubungan dengan pemimpin, atau calon pemimpin, biasanya banyak janji-janji yang luar biasa indahnya yang akan dijalankan seorang (calon) pemimpin, apabila dia ternyata berhasil menduduki jabatan tersebut. Kita, atau siapapun yang pernah mendengar pernyataan keinginan tindak seperti itu, dituntut pula untuk menagih dan meminta pemberi pernyataan untuk merealisasikan Komitmentnya. Apabila mampu memenuhi komitmen, hasilnya menjadi sangat luar biasa. Kredibilitas seseorang yang mampu menjaga komitmen, akan memberikan dampak yang luar biasa terhadap reputasi dan performancenya. Tentu saja kondisi sebaliknya akan berlaku pula apabila, komitmen tidak berhasil untuk dipenuhi.
Siapaun kita, dalam tindakan kita, untuk menjaga komitmen kita, hal utama yang harus kita jaga adalah untuk senantiasa mempertahankan kebenaran. Tidak saja tentang ucapan-ucapan yang benar, tetapi sesuatu yang bisa kita wujudkan. Kita sering melihat, bagaimana pemimpin tidak begitu memahami konsekuensi dari tindakannya atau keputusannya yang sebenarnya membuat dia menjadi kurang mampu menjaga komitmen yang pernah diucapkannya. Karena itu, pemahaman kita terhadap isu-isu yang kita katakan, adalah dasar utama sebelum kita mampu memberikan komitmen. Bagaimanapun Komitmen adalah sebuah reputasi, yang bisa membuat nilai diri kita menjadi sangat rendah, atau akan semakin baik apabila kita bisa menjaga dan memenuhinya.
Thursday, 23 July 2009
Kilometer 0
toto zurianto
Beberapa tahun yang lalu, bangunan ini masih digunakan sebagai Kantor Walikota Medan. Dibelakangnya ada bangunan yang digunakan sebagai Kantor DPRD Kota Medan. Setelah itu, Kantor Walikota menempati gedung baru, sekitar 300 meter dari gedung ini, di samping Sungai Deli. Dan Gedung DPRD Kotamadya Medan juga pindah di sekitar Kantor Walikota.
Sekarang, bangunan eks kantor walikota masih ada, tetapi seluruh bangunan di belakangnya berubah menjadi bagian dari Hotel Aston Medan yang segera beroperasi. Sedangkan eks Kantor Walikota konon tetap dipertahankan, dan akan menjadi simbol kilometer 0 Kota Medan ke segala penjuru. Dulu dari titik 0 ini, jarak ke Banda Aceh sekitar 600 Kilometer, Padang 800-an Kilometer, Pematang Siantar sekitar 120 Kilometer, Tebing Tinggi 80 Kilometer, Binjei 21 Kilometer, dan Belawan sekitar 26 Kilometer.
Kita tetap perlu menjaga kelestarian bangunan kuno ini. Banyak sekali bangunan menarik dan perlu dipertahankan di Medan, seperti; Kantor Pos (tahun 1911), Gedung Bank Indonesia, eks. Kantor Walikota Medan, Stasiun Keretaapi, dan kawasan pertokoan di Kesawan (Jl. Ahmad Yani sekarang).
The Expectation
toto zurianto
Harapan seorang pegawai dalam pekerjaannya, tentu tidak selalu sederhana, misalnya mendapatkan penghasilan yang cukup sehingga mampu memenuhi kebutuhannya. Pegawai, selalu juga berharap, bahwa pekerjaan yang dilakukannya, memberikan kesempatan baginya untuk memberikan kontribusi terbaiknya bagi perusahaan/organisasi yang dipilihnya. Ada keinginan untuk membuktikan bahwa perusahaan/organisasi telah memilihnya dengan rasional, karena pada sisi yang lain, perusahaan/organisasi telah memutuskan untuk tidak menerima orang lain untuk posisi yang sama karena pada akhirnya telah memilih karyawan tersebut.
Meskipun Demand terhadap pekerjaan di negeri kita selalu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Supply pekerjaan yang ada (pada masing-masing level/posisi pekerjaan), tetap saja, aspek lain diluar penghasilan/imbalan, selalu menjadi pertimbangan yang tidak bisa dihindari.
Harapan orang-orang terhadap suatu perusahaan, diluar soal penghasilan, perlu menjadi perhatian Manajemen perusahaan. Pada dewasa ini, hal-hal yang sering disebut sebagai Employee Value Proposition (EVP) ini menjadi penting dan harus selalu dijadikan pertimbangan utama. Setiap CEO/Manajemen dari suatu perusahaan/organisasi, harus selalu memahami, faktor apa yang menjadikan perusahaannya terlihat lebih unggul dan diminati banyak calon pekerja? Ini harus selalu dipelihara karena kalau tidak, bisa-bisa perusahaan akan kesulitan mendapatkan para talenta berbakat yang akan mengisi posisi-posisi kunci di perusahaan. Posisi ini bagaimanapun juga, adalah penentu dan menjadi mesin penggerak utama proses perubahan dan transformasi di perusahaan. Mereka-meraka ini akan menyebabkan perusahaan dimungkinkan selalu bisa memelihara nilai kompetitif-nya diantara para pesaing.
Jadi, merupakan suatu hal penting untuk mempertahankan EVP dari suatu perusahaan, tidak saja melalui sistem reward yang menarik, tetapi sekaligus dengan dukungan sistem Manajemen SDM yang terbuka yang memperlihatkan adanya peluang bagi pegawai untuk meningkatkan karirnya secara baik dan adil (fairness). Ini adalah harapan-harapan yang selalu harus dipelihara!
Harapan seorang pegawai dalam pekerjaannya, tentu tidak selalu sederhana, misalnya mendapatkan penghasilan yang cukup sehingga mampu memenuhi kebutuhannya. Pegawai, selalu juga berharap, bahwa pekerjaan yang dilakukannya, memberikan kesempatan baginya untuk memberikan kontribusi terbaiknya bagi perusahaan/organisasi yang dipilihnya. Ada keinginan untuk membuktikan bahwa perusahaan/organisasi telah memilihnya dengan rasional, karena pada sisi yang lain, perusahaan/organisasi telah memutuskan untuk tidak menerima orang lain untuk posisi yang sama karena pada akhirnya telah memilih karyawan tersebut.
Meskipun Demand terhadap pekerjaan di negeri kita selalu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Supply pekerjaan yang ada (pada masing-masing level/posisi pekerjaan), tetap saja, aspek lain diluar penghasilan/imbalan, selalu menjadi pertimbangan yang tidak bisa dihindari.
Harapan orang-orang terhadap suatu perusahaan, diluar soal penghasilan, perlu menjadi perhatian Manajemen perusahaan. Pada dewasa ini, hal-hal yang sering disebut sebagai Employee Value Proposition (EVP) ini menjadi penting dan harus selalu dijadikan pertimbangan utama. Setiap CEO/Manajemen dari suatu perusahaan/organisasi, harus selalu memahami, faktor apa yang menjadikan perusahaannya terlihat lebih unggul dan diminati banyak calon pekerja? Ini harus selalu dipelihara karena kalau tidak, bisa-bisa perusahaan akan kesulitan mendapatkan para talenta berbakat yang akan mengisi posisi-posisi kunci di perusahaan. Posisi ini bagaimanapun juga, adalah penentu dan menjadi mesin penggerak utama proses perubahan dan transformasi di perusahaan. Mereka-meraka ini akan menyebabkan perusahaan dimungkinkan selalu bisa memelihara nilai kompetitif-nya diantara para pesaing.
Jadi, merupakan suatu hal penting untuk mempertahankan EVP dari suatu perusahaan, tidak saja melalui sistem reward yang menarik, tetapi sekaligus dengan dukungan sistem Manajemen SDM yang terbuka yang memperlihatkan adanya peluang bagi pegawai untuk meningkatkan karirnya secara baik dan adil (fairness). Ini adalah harapan-harapan yang selalu harus dipelihara!
Wednesday, 22 July 2009
Empower and Delegate
toto zurianto
Memberdayakan dan sekaligus harus mendelegasikan, inilah dua sisi manajemen kepemimpinan yang harus selalu dilakukan dan dikembangkan oleh seorang Leaders. Sering seorang Leaders mencoba mencari-cari cara pengembangan kepemimpinannya yang paling baik. Banyak kursus dan workshop yang diikutinya, banyak pembelajaran yang dialami, tetapi inti dari pengembangan leadership, sering tidak dilakukan. Jangan sampai semua hal harus ditangani sendiri. Karena anda tidak mungkin bisa melakukannya sendiri. Kalaupun bisa, sangatlah tidak efisien mengerjakan sesuatu, bukan oleh orang yang tepat. Tepat Kompetensi dan Tepat Posisi (the right person on the right task) adalah suatu kondisi ideal yang ingin dicapai oleh setiap organisasi/perusahaan.
Salah satu cara baik adalah membangun pemberdayaan orang-orang yang ada di perusahaan. Berikan kesempatan kepada siapa saja, baik yang kompetensinya sudah sesuai, maupun bagi calon penerus yang diharapkan akan semakin membaik ketika diberikan kesempatan untuk melakukan sesuatu secara mandiri. Mendelegasikan suatu peran tertentu kepada bawahan adalah inti dari kepemimpinan. Bukan saja akan membuat pekerjaan menjadi lebih efisien, kita sekaligus membangun semangat bekerja yang tinggi, membangun kepercayaan (building trust), dan membangun tim kerja yang solid dan saling menghargai. Bagi pegawai, bagi bawahan, tidak ada peristiwa yang lebih indah, selain diberikan kepercayaan, diberikan petunjuk yang paling bagus, diberikan arahan yang kuat, tetapi sekaligus diberikan ucapan selamat karena mampu memegang kepercayaan dengan penuh tanggung jawab. Sikap-sikap kesatria dan penuh tanggung jawab adalah dua hal yang tidak mudah untuk dikembangkan dalam suatu perusahaan. Ini adalah tugas pemimpin untuk mengembangkannya. Jangan sampai semua hal menjadi tanggung jawab pemimpin puncak. Ada hal yang bisa dan harus di-share. Inilah keampuhan empower dan pendelegasian.
Apa lagi yang kita dapatkan dari proses pendelegasian? Kita diperkirakan akan mendapatkan talenta-talenta luar biasa yang sebelumnya tidak pernah kita duga kehebatannya. Hanya dengan memberikan kesempatan untuk melakukan, kita akan tahu, betapa selama ini kita sudah mempunyai tim yang hebat dan sangat potensial. Kita harus meyakini, bahwa orang-orang yang sudah kita siapkan selama ini, sudah harus dilepas untuk memulai era-nya sendiri. Dengan diberikan wewenang dan sekaligus tanggung jawab, akan terlibat bagaimana seseorang akan menjawabnya melalui bukti dan prestasi. Inilah hasil akhir dari suatu proses untuk memberikan kesempatan!
Memberdayakan dan sekaligus harus mendelegasikan, inilah dua sisi manajemen kepemimpinan yang harus selalu dilakukan dan dikembangkan oleh seorang Leaders. Sering seorang Leaders mencoba mencari-cari cara pengembangan kepemimpinannya yang paling baik. Banyak kursus dan workshop yang diikutinya, banyak pembelajaran yang dialami, tetapi inti dari pengembangan leadership, sering tidak dilakukan. Jangan sampai semua hal harus ditangani sendiri. Karena anda tidak mungkin bisa melakukannya sendiri. Kalaupun bisa, sangatlah tidak efisien mengerjakan sesuatu, bukan oleh orang yang tepat. Tepat Kompetensi dan Tepat Posisi (the right person on the right task) adalah suatu kondisi ideal yang ingin dicapai oleh setiap organisasi/perusahaan.
Salah satu cara baik adalah membangun pemberdayaan orang-orang yang ada di perusahaan. Berikan kesempatan kepada siapa saja, baik yang kompetensinya sudah sesuai, maupun bagi calon penerus yang diharapkan akan semakin membaik ketika diberikan kesempatan untuk melakukan sesuatu secara mandiri. Mendelegasikan suatu peran tertentu kepada bawahan adalah inti dari kepemimpinan. Bukan saja akan membuat pekerjaan menjadi lebih efisien, kita sekaligus membangun semangat bekerja yang tinggi, membangun kepercayaan (building trust), dan membangun tim kerja yang solid dan saling menghargai. Bagi pegawai, bagi bawahan, tidak ada peristiwa yang lebih indah, selain diberikan kepercayaan, diberikan petunjuk yang paling bagus, diberikan arahan yang kuat, tetapi sekaligus diberikan ucapan selamat karena mampu memegang kepercayaan dengan penuh tanggung jawab. Sikap-sikap kesatria dan penuh tanggung jawab adalah dua hal yang tidak mudah untuk dikembangkan dalam suatu perusahaan. Ini adalah tugas pemimpin untuk mengembangkannya. Jangan sampai semua hal menjadi tanggung jawab pemimpin puncak. Ada hal yang bisa dan harus di-share. Inilah keampuhan empower dan pendelegasian.
Apa lagi yang kita dapatkan dari proses pendelegasian? Kita diperkirakan akan mendapatkan talenta-talenta luar biasa yang sebelumnya tidak pernah kita duga kehebatannya. Hanya dengan memberikan kesempatan untuk melakukan, kita akan tahu, betapa selama ini kita sudah mempunyai tim yang hebat dan sangat potensial. Kita harus meyakini, bahwa orang-orang yang sudah kita siapkan selama ini, sudah harus dilepas untuk memulai era-nya sendiri. Dengan diberikan wewenang dan sekaligus tanggung jawab, akan terlibat bagaimana seseorang akan menjawabnya melalui bukti dan prestasi. Inilah hasil akhir dari suatu proses untuk memberikan kesempatan!
Tuesday, 21 July 2009
Tantangan HRD sebagai Strategic Partner
toto zurianto
Sepanjang tahun 90-an sampai saat ini, Human Resources Department, dan tentunya HR Profesional dituntut untuk memainkan peran sebagai Mitra Strategis (strategic partner) dari Unit Kerja (business unit) dan Line Manager. HR Department diharapkan mampu memberikan fasilitasi, khususnya dalam rangka menyediakan pegawai yang capable dan competent.
Tetapi menjalankan peran sebagai Strategic Partner itu tidak mudah, bahkan penuh tantangan dan hambatan. Kenapa? Karena masih banyak Line Manager yang belum sungguh-sungguh berusaha menjalankan perannya sebagai pihak yang mempunyai tanggung jawab penuh terhadap pengembangan pegawai yang ada di business unit masing-masing. banyak juga perusahaan yang tidak ketinggalan, mencantumkan peran sebagai Strategic Partner dalam mission statement-nya. Hal ini tentu saja penting, apabila pencantuman istilah itu pada misi organisasi, diikuti dengan upaya konkrit dlam rangka mewujudkannya. Membiarkan istilah Strategic Partner sebagai slogan atau tercantum sebagai pernyataan misi tanpa upata konkrit mewujudkannya, sama saja dengan bermimpi. Tidak ada yang terjadi secara otomatis tanpa kerja keras.
Dave Ulrich (HR Champions) mencatat 5 hal penting yang harus diperhatikan dalam rangka mendukung terciptanya HR Strategic Partner di berbagai organisasi;
Pertama, jangan simpan rencana di dalam Lemari (avoid Strategic Plans on Top Shelf). Banyak sekali pemimpin yang berusaha menghindari argumentasi dan menganggap suatu penjelasan kepada orang lain sebagai suatu sikap defensif! Selalu harus diingat bahwa Program Perubahan yang sudah dibuat dalam suatu rencana, adalah sesuatu yang harus dipertanggung jawabkan. Setiap rencana harus direalisasikan menjadi tindakan yang benar, penuh disiplin,
Kedua, gunakan alat ukur yang bisa menggambarkan adanya suatu gerakan kemajuan (improvement). Banyak sekali alat ukur (measurement) yang keberhasilannya hanya bersifat aktivitas dan itupun, kesuksesannya banyak ditentukan oleh pelaksana kegiatan tersebut, bukan oleh penikmat jasa. Oleh karena itu, harus diingat, ukuran keberhasilan harus bisa dilihat dari berbagai sudut, sudut stakeholders, seperti; investors, customers, atau employees. Juga melalui indeks-indeks tertentu yang lebih objektif.
Ketiga, Agar Perencanaan HR (SDM) memperhatikan Perencanaan Bisnis, bukan sebaliknya, banyak juga HR Department yang lebih mementingkan rencananya sendiri dibandingkan dengan perencanaan business unit. Akibatnya, meskipun sudah berhasil men-deliver banyak hal, tetapi manfaat yang dirasakan Line Manajer tidak terlihat, bahkan apa-apa yang diinginkan customernya, justru tidak terealisasikan.
Keempat, Segera memperbaiki! Dimanapun ditemukan kesalahan, segeralah melakukan tindakan korektif. Sering HRD kurang memberikan atensi yang cukup, sehingga tidak diketahui bahwa banyak hal-hal penting mengenai pengelolaan SDM yang tidak dilakukan Satker. Jangan takut memberikan advice dan melakukan koreksi, karena ini adalah salah satu bagian penting dari pekerjaan HR Professional.
Kelima, fokus pada kapabilitas perusahaan! Tentu saja, kita harus senantiasa memperbaiki, melakukan proses improvement terus menerus. Tetapi, penting untuk mengukur kemampuan diri sendiri dan fokus kepada keunggulan atau kapabilitas yang ada di organisasi. Kapabilitas adalah faktor penting yang harus dimanfaatkan setinggi mungkin, karena tidak mungkin bagi perusahaan untuk mememerkan hal-hal yang tidak diunggulkan. HR Professional harus menempatkan kapabilitas ini sebagai bagian penting yang perlu diimprove oleh Line Manager.
Kelima hal di atas adalah bagian penting yang terus menerus harus dibangun oleh para professional HR, yaitu dalam rangka meningkatkan perannya sebagai Strategic Partner bagi perusahaan.
Sepanjang tahun 90-an sampai saat ini, Human Resources Department, dan tentunya HR Profesional dituntut untuk memainkan peran sebagai Mitra Strategis (strategic partner) dari Unit Kerja (business unit) dan Line Manager. HR Department diharapkan mampu memberikan fasilitasi, khususnya dalam rangka menyediakan pegawai yang capable dan competent.
Tetapi menjalankan peran sebagai Strategic Partner itu tidak mudah, bahkan penuh tantangan dan hambatan. Kenapa? Karena masih banyak Line Manager yang belum sungguh-sungguh berusaha menjalankan perannya sebagai pihak yang mempunyai tanggung jawab penuh terhadap pengembangan pegawai yang ada di business unit masing-masing. banyak juga perusahaan yang tidak ketinggalan, mencantumkan peran sebagai Strategic Partner dalam mission statement-nya. Hal ini tentu saja penting, apabila pencantuman istilah itu pada misi organisasi, diikuti dengan upaya konkrit dlam rangka mewujudkannya. Membiarkan istilah Strategic Partner sebagai slogan atau tercantum sebagai pernyataan misi tanpa upata konkrit mewujudkannya, sama saja dengan bermimpi. Tidak ada yang terjadi secara otomatis tanpa kerja keras.
Dave Ulrich (HR Champions) mencatat 5 hal penting yang harus diperhatikan dalam rangka mendukung terciptanya HR Strategic Partner di berbagai organisasi;
Pertama, jangan simpan rencana di dalam Lemari (avoid Strategic Plans on Top Shelf). Banyak sekali pemimpin yang berusaha menghindari argumentasi dan menganggap suatu penjelasan kepada orang lain sebagai suatu sikap defensif! Selalu harus diingat bahwa Program Perubahan yang sudah dibuat dalam suatu rencana, adalah sesuatu yang harus dipertanggung jawabkan. Setiap rencana harus direalisasikan menjadi tindakan yang benar, penuh disiplin,
Kedua, gunakan alat ukur yang bisa menggambarkan adanya suatu gerakan kemajuan (improvement). Banyak sekali alat ukur (measurement) yang keberhasilannya hanya bersifat aktivitas dan itupun, kesuksesannya banyak ditentukan oleh pelaksana kegiatan tersebut, bukan oleh penikmat jasa. Oleh karena itu, harus diingat, ukuran keberhasilan harus bisa dilihat dari berbagai sudut, sudut stakeholders, seperti; investors, customers, atau employees. Juga melalui indeks-indeks tertentu yang lebih objektif.
Ketiga, Agar Perencanaan HR (SDM) memperhatikan Perencanaan Bisnis, bukan sebaliknya, banyak juga HR Department yang lebih mementingkan rencananya sendiri dibandingkan dengan perencanaan business unit. Akibatnya, meskipun sudah berhasil men-deliver banyak hal, tetapi manfaat yang dirasakan Line Manajer tidak terlihat, bahkan apa-apa yang diinginkan customernya, justru tidak terealisasikan.
Keempat, Segera memperbaiki! Dimanapun ditemukan kesalahan, segeralah melakukan tindakan korektif. Sering HRD kurang memberikan atensi yang cukup, sehingga tidak diketahui bahwa banyak hal-hal penting mengenai pengelolaan SDM yang tidak dilakukan Satker. Jangan takut memberikan advice dan melakukan koreksi, karena ini adalah salah satu bagian penting dari pekerjaan HR Professional.
Kelima, fokus pada kapabilitas perusahaan! Tentu saja, kita harus senantiasa memperbaiki, melakukan proses improvement terus menerus. Tetapi, penting untuk mengukur kemampuan diri sendiri dan fokus kepada keunggulan atau kapabilitas yang ada di organisasi. Kapabilitas adalah faktor penting yang harus dimanfaatkan setinggi mungkin, karena tidak mungkin bagi perusahaan untuk mememerkan hal-hal yang tidak diunggulkan. HR Professional harus menempatkan kapabilitas ini sebagai bagian penting yang perlu diimprove oleh Line Manager.
Kelima hal di atas adalah bagian penting yang terus menerus harus dibangun oleh para professional HR, yaitu dalam rangka meningkatkan perannya sebagai Strategic Partner bagi perusahaan.
Monday, 20 July 2009
Organisasi Berbasis Human Capital
toto zurianto
Pendekatan Human Capital menjadi trend akhir-akhir ini. SDM kita menempatkan diri dalam kategori modal dalam suatu perusahaan. Tidak hanya asset yang sebenarnya sudah lebih maju, tetapi bahkan menjadi bagian dari modal perusahaan. Kalau disebut mengadopsi pendekatan Human Capital, maka perlakuannya menjadi berbeda.
(Belum Selesai)
Pendekatan Human Capital menjadi trend akhir-akhir ini. SDM kita menempatkan diri dalam kategori modal dalam suatu perusahaan. Tidak hanya asset yang sebenarnya sudah lebih maju, tetapi bahkan menjadi bagian dari modal perusahaan. Kalau disebut mengadopsi pendekatan Human Capital, maka perlakuannya menjadi berbeda.
(Belum Selesai)
Sunday, 19 July 2009
Kepercayaan
toto zurianto
Hubungan antar orang akan menjadi sulit, apabila orang lain tidak mempercayai kita. Kenapa? Karena hubungan-hubungan antar orang, antar bisnis, atau antar negara, selalu dimulai dengan basis kepercayaan. Meskipun sering kita sudah berusaha sebisanya, sering harapan agar orang mempercayai kita, tidak mudah untuk segera didapat. Peristiwa Boom di Hotel J.W. Marriot dan Hotel Ritz Carlton Jakarta (18 Juli 2009), membuat kita, bangsa Indonesia, perlu segera melakukan langkah-langkah penting untuk segera membangun kepercayaan orang kepada kita. Sama seperti krisis ekonomi, sangat sulit bagi kita untuk melakukan restoring when we lost the trust. MU yang sedianya akan ke Jakarta, tidak merasa yakin, pihak keamanan kita mampu mengambil langkah-langkah pengamanan terhadap pemain mereka yang harganya sangat tinggi itu. Meskipun keamanan kita pasti bisa menjamin keselamatan bagi pemain MU itu, tetapi kepercayaan itu sedang berada pada titik terendah. Ibaratnya deposito, sekarang sudah kering di-rush pemiliknya, dan beralih kepada instrumen lain yang lebih aman dan menguntungkan.
Jangan Terlalu Cepat Men-judge! Kalau kepercayaan orang memudar, biasanya kita mencoba menxcari jawaban atas situasi yang tidak menguntungkan itu. Umumnya, kesalahan bukan pada pesawat kita. Kebanyakan kita merasa sudah melakukan langkah-langkah yang bagus, tetapi orang lain yang sering kita anggap belum bisa mengerti. Inilah penyakit manusia secara umum. Tidak mau bersikap netral, selalu menimpakan kesalahan di diri orang lain. Sikap seperti ini perlu kita perbaiki, cobalah melihat ke diri sendiri lebih dahulu.
Segeralah memaafkan orang!
Memang kesalahan tidak selalu terjadi pada diri kita. Tidak terlalu cepat men-judge orang lain, bukan berarti kesalahan harus berada pada diri kita. Orang lain pun sangat mungkin untuk berbuat salah. Bagi kita, sikap memaafkan kesalahan orang lain, merupakan langkah penting untuk meningkatkan rasa bersalah orang terhadap diri kita. Memberi maaf orang lain, bahkan tanpa diminta, merupakan investasi berharga dalam menunjang hubungan atas dasar kepercayaan diri yang tinggi. Jadi, jangan gengsi, dan segeralah memberikan maaf. Kita sama sekali tidak akan kekurangan dengan memberikan maaf. Memberikan maaf dengan cepat adalah suatu perustiwa yang memiliki nilai atau investasi yang sangat besar dan sangat menguntungkan.
Hubungan antar orang akan menjadi sulit, apabila orang lain tidak mempercayai kita. Kenapa? Karena hubungan-hubungan antar orang, antar bisnis, atau antar negara, selalu dimulai dengan basis kepercayaan. Meskipun sering kita sudah berusaha sebisanya, sering harapan agar orang mempercayai kita, tidak mudah untuk segera didapat. Peristiwa Boom di Hotel J.W. Marriot dan Hotel Ritz Carlton Jakarta (18 Juli 2009), membuat kita, bangsa Indonesia, perlu segera melakukan langkah-langkah penting untuk segera membangun kepercayaan orang kepada kita. Sama seperti krisis ekonomi, sangat sulit bagi kita untuk melakukan restoring when we lost the trust. MU yang sedianya akan ke Jakarta, tidak merasa yakin, pihak keamanan kita mampu mengambil langkah-langkah pengamanan terhadap pemain mereka yang harganya sangat tinggi itu. Meskipun keamanan kita pasti bisa menjamin keselamatan bagi pemain MU itu, tetapi kepercayaan itu sedang berada pada titik terendah. Ibaratnya deposito, sekarang sudah kering di-rush pemiliknya, dan beralih kepada instrumen lain yang lebih aman dan menguntungkan.
Jangan Terlalu Cepat Men-judge! Kalau kepercayaan orang memudar, biasanya kita mencoba menxcari jawaban atas situasi yang tidak menguntungkan itu. Umumnya, kesalahan bukan pada pesawat kita. Kebanyakan kita merasa sudah melakukan langkah-langkah yang bagus, tetapi orang lain yang sering kita anggap belum bisa mengerti. Inilah penyakit manusia secara umum. Tidak mau bersikap netral, selalu menimpakan kesalahan di diri orang lain. Sikap seperti ini perlu kita perbaiki, cobalah melihat ke diri sendiri lebih dahulu.
Segeralah memaafkan orang!
Memang kesalahan tidak selalu terjadi pada diri kita. Tidak terlalu cepat men-judge orang lain, bukan berarti kesalahan harus berada pada diri kita. Orang lain pun sangat mungkin untuk berbuat salah. Bagi kita, sikap memaafkan kesalahan orang lain, merupakan langkah penting untuk meningkatkan rasa bersalah orang terhadap diri kita. Memberi maaf orang lain, bahkan tanpa diminta, merupakan investasi berharga dalam menunjang hubungan atas dasar kepercayaan diri yang tinggi. Jadi, jangan gengsi, dan segeralah memberikan maaf. Kita sama sekali tidak akan kekurangan dengan memberikan maaf. Memberikan maaf dengan cepat adalah suatu perustiwa yang memiliki nilai atau investasi yang sangat besar dan sangat menguntungkan.
Saturday, 18 July 2009
Bagaimana membangun Kepercayaan?
toto zurianto
Bagaimana agar orang-orang lain yang berhubungan dengan kita, bisa mempercayai kita? Ada dua hal penting yang harus kita lakukan, pertama, menyiapkan diri kita semaksimal mungkin agar bisa memiliki cukup amunisi untuk berpotensi bisa dipercaya orang lain. Kedua, meningkatkan beberapa perilaku kita agar bisa melancarkan hubungan kita dengan orang lain (The Speed of Trust), Stephen M.R. Covey).
Meningkatkan potensi diri sendiri agar bisa dipercaya orang lain, pada dasarnya dipengaruhi oleh 4 hal, yaitu; selalu hidup dan menjunjung tinggi Integritas, bersikap terbuka dan tidak menyembunyikan agenda lain selain yang bisa dilihat orang (intent), memiliki kemampuan dalam mengerjakan bidang tugas kita (capability), dan terakhir, kita terbukti mampu melakukan sesuatu secara baik (track record). Kedua hal pertama menyangkut soft aspek, atau hal-hal yang berhubungan dengan characters! Sedangkan dua hal yang terakhir merupakan hard aspek yang menggambarkan kompetensi kita dalam bekerja.
Selanjutnya bagaimana kita mambangun relationship dalam berhubungan dengan orang lain? Ada 13 sifat-sifat atau perilaku yang perlu kita perbaiki, baik menyangkut character personal kita maupun menyangkut kompetensinya.
Pertama, Bicaralah apa adanya (Talk Straight). Ini salah satu perilaku yang tidak mudah dipraktekkan. Masyarakat kita yang terlalu banyak basa-basi tepo seliro, sering menganggap bicara apa adanya sebagai suatu tata cara yang tidak sopan, dan dianggap kurang pas diberlakukan.
Kedua, Menghargai orang lain (Demonstrate respect) adalah alat ampuh dalam rangka mencapai suasana cair saling pengertian. Meskipun kita dituntut untuk berbicara apa adanya, tetapi pilihlah style atau cara yang membuat orang "merasa tidak dianggap remeh".
Ketiga, Menciptakan suasana yang saling terbuka (Create Transparency). Di masa lalu bahkan sampai saat ini, masih banyak orang yang hobby-nya menyimpan-nyimpan informasi dan berusaha mengendalikannnya secara tidak jujur. Akibatnya, banyak sekali upaya positif yang sudah dilakukan, tetapi implementasinya tidak diinformasikan secara merata ke berbagai pihak yang berkepentingan. Ini membuat orang merasa diperlakukan dengan tidak adil yang berdampak kepada rendahnya kepercayaan dalam hubungan antar orang pada organisasi.
Keempat, Mengetahui hal-hal yang benar tetapi tidak melakukannya, adalah perbuatan yang sulit dibenarkan (Right Wrong).
Kelima, Jangan berkata dibelakang orangnya (Show Loyalty).
Keenam, Buktikan anda bisa melakukannya (Deliver Result).
Ketujuh, Selalulah menjadi lebih baik (Get Better)
Kedelapan, Carilah sesuatu yang paling benar (Confront Reality)
Kesembilan, Harus jelas apa yang diinginkan orang lain (Clarify Expectations)
Sepuluh. Senantiasa mengambil tanggung jawab (Practice Accountability).
Sebelas, Jangan terburu-buru mengambil keputusan (Listen First)
Dua Belas, Jangan pernah meninggalkan Komitmen, itu janji utama (Keep Commitment)
Tiga Belas, Extend Trust
(belum selesai)
Bagaimana agar orang-orang lain yang berhubungan dengan kita, bisa mempercayai kita? Ada dua hal penting yang harus kita lakukan, pertama, menyiapkan diri kita semaksimal mungkin agar bisa memiliki cukup amunisi untuk berpotensi bisa dipercaya orang lain. Kedua, meningkatkan beberapa perilaku kita agar bisa melancarkan hubungan kita dengan orang lain (The Speed of Trust), Stephen M.R. Covey).
Meningkatkan potensi diri sendiri agar bisa dipercaya orang lain, pada dasarnya dipengaruhi oleh 4 hal, yaitu; selalu hidup dan menjunjung tinggi Integritas, bersikap terbuka dan tidak menyembunyikan agenda lain selain yang bisa dilihat orang (intent), memiliki kemampuan dalam mengerjakan bidang tugas kita (capability), dan terakhir, kita terbukti mampu melakukan sesuatu secara baik (track record). Kedua hal pertama menyangkut soft aspek, atau hal-hal yang berhubungan dengan characters! Sedangkan dua hal yang terakhir merupakan hard aspek yang menggambarkan kompetensi kita dalam bekerja.
Selanjutnya bagaimana kita mambangun relationship dalam berhubungan dengan orang lain? Ada 13 sifat-sifat atau perilaku yang perlu kita perbaiki, baik menyangkut character personal kita maupun menyangkut kompetensinya.
Pertama, Bicaralah apa adanya (Talk Straight). Ini salah satu perilaku yang tidak mudah dipraktekkan. Masyarakat kita yang terlalu banyak basa-basi tepo seliro, sering menganggap bicara apa adanya sebagai suatu tata cara yang tidak sopan, dan dianggap kurang pas diberlakukan.
Kedua, Menghargai orang lain (Demonstrate respect) adalah alat ampuh dalam rangka mencapai suasana cair saling pengertian. Meskipun kita dituntut untuk berbicara apa adanya, tetapi pilihlah style atau cara yang membuat orang "merasa tidak dianggap remeh".
Ketiga, Menciptakan suasana yang saling terbuka (Create Transparency). Di masa lalu bahkan sampai saat ini, masih banyak orang yang hobby-nya menyimpan-nyimpan informasi dan berusaha mengendalikannnya secara tidak jujur. Akibatnya, banyak sekali upaya positif yang sudah dilakukan, tetapi implementasinya tidak diinformasikan secara merata ke berbagai pihak yang berkepentingan. Ini membuat orang merasa diperlakukan dengan tidak adil yang berdampak kepada rendahnya kepercayaan dalam hubungan antar orang pada organisasi.
Keempat, Mengetahui hal-hal yang benar tetapi tidak melakukannya, adalah perbuatan yang sulit dibenarkan (Right Wrong).
Kelima, Jangan berkata dibelakang orangnya (Show Loyalty).
Keenam, Buktikan anda bisa melakukannya (Deliver Result).
Ketujuh, Selalulah menjadi lebih baik (Get Better)
Kedelapan, Carilah sesuatu yang paling benar (Confront Reality)
Kesembilan, Harus jelas apa yang diinginkan orang lain (Clarify Expectations)
Sepuluh. Senantiasa mengambil tanggung jawab (Practice Accountability).
Sebelas, Jangan terburu-buru mengambil keputusan (Listen First)
Dua Belas, Jangan pernah meninggalkan Komitmen, itu janji utama (Keep Commitment)
Tiga Belas, Extend Trust
(belum selesai)
Friday, 17 July 2009
Performance Appraisals: Untuk Apa?
toto zurianto
Kenapa proses penilaian kinerja pegawai sering tidak berlangsung mulus? Di banyak perusahaan, selalu menjadi silang sengketa diantara pegawai. Biasanya akibat adanya keputusan pimpinan yang dianggap sebagian atau banyak pegawai sebagai keputusan yang tidak adil. Ada pegawai yang biasa-biasa saja tetapi mempunyai hubungan yang cukup dekat dengan atasan, mendapatkan penilaian yang lebih baik. Sering juga hasil penilaian kinerja tidak cukup konsisten digunakan sebagai pertimbangan utama dalam pengelolaan SDM di suatu organisasi. Kurang konsisten antara nilai kinerja dengan pengembangan karir pegawai, kesempatan training, atau bahkan pengaruhnya terhadap gaji. Karena itu, persoalan penilaian kinerja perlu kita pahami secara benar, pertama tentu saja tujuannya. Apa yang bisa kita lakukan melalui hasil penilaian kinerja. Ini pertanyaan dasar bagi setiap organisasi, sebelum melakukan proses Penilaian Kinerja bagi pegawainya.
Menurut Dick Grote, beberapa tujuan yang bisa dicapai, meskipun tidak semua bisa kita capai, tetapi, tidak semua dapat kita capai;
Pertama, memberikan feedback kepada karyawan tentang kinerja mereka, apakah sudah sesuai target atau belum. Kalau tidak sesuai, apa sebabnya? Bisa diimproved atau tidak. Atau jangan-jangan targetnya terlalu rendah, atau terlalu sulit dicapai.
Kedua, salah satu alat bagi perusahaan untuk menetapkan siapa yang patut diberikan reward, siapa yang boleh mendapatkan promosi, siapa yang bias mengikuti pelatihan.
Ketiga, untuk meningkatkan performance perusahaan! Juga performance pegawai sendiri.
Keempat, meningkatkan motivasi kerja bagi para Top performance, juga sebagai alat couching atau counseling bagi Low Performer.
Kelima, menetapkan skim kenaikan (perubahan) kompensasi.
Keenam, alat organisasi untuk melakukan perencanaan pegawai (man power planning) dan suksesi.
Ketujuh, untuk menyusun program pengembangan pegawai dan perencanaan training individu pegawai, serta kebijakan training bagi organisasi.
Dengan variasi penggunaan hasil penilaian kinerja yang cukup luas itu, tuntutan bagi organisasi, tentunya harus meningkatkan kualitas pelaksanaan penilaian kinerja di organisasinya. Tentu saja, setiap organisasi mempunyai prioritasnya sendiri-sendiri. Yang pasti, kekeliruan di dalam melaksanakannya, akan menyebabkan keputusan kita di dalam mengelola pegawai akan menjadi keliru. Padahal salah satu sasaran penting adanya manajemen SDM adalah untuk menciptakan fairness (keadilan) mendapatkan kesempatan dalam suatu perusahaan.
Kenapa proses penilaian kinerja pegawai sering tidak berlangsung mulus? Di banyak perusahaan, selalu menjadi silang sengketa diantara pegawai. Biasanya akibat adanya keputusan pimpinan yang dianggap sebagian atau banyak pegawai sebagai keputusan yang tidak adil. Ada pegawai yang biasa-biasa saja tetapi mempunyai hubungan yang cukup dekat dengan atasan, mendapatkan penilaian yang lebih baik. Sering juga hasil penilaian kinerja tidak cukup konsisten digunakan sebagai pertimbangan utama dalam pengelolaan SDM di suatu organisasi. Kurang konsisten antara nilai kinerja dengan pengembangan karir pegawai, kesempatan training, atau bahkan pengaruhnya terhadap gaji. Karena itu, persoalan penilaian kinerja perlu kita pahami secara benar, pertama tentu saja tujuannya. Apa yang bisa kita lakukan melalui hasil penilaian kinerja. Ini pertanyaan dasar bagi setiap organisasi, sebelum melakukan proses Penilaian Kinerja bagi pegawainya.
Menurut Dick Grote, beberapa tujuan yang bisa dicapai, meskipun tidak semua bisa kita capai, tetapi, tidak semua dapat kita capai;
Pertama, memberikan feedback kepada karyawan tentang kinerja mereka, apakah sudah sesuai target atau belum. Kalau tidak sesuai, apa sebabnya? Bisa diimproved atau tidak. Atau jangan-jangan targetnya terlalu rendah, atau terlalu sulit dicapai.
Kedua, salah satu alat bagi perusahaan untuk menetapkan siapa yang patut diberikan reward, siapa yang boleh mendapatkan promosi, siapa yang bias mengikuti pelatihan.
Ketiga, untuk meningkatkan performance perusahaan! Juga performance pegawai sendiri.
Keempat, meningkatkan motivasi kerja bagi para Top performance, juga sebagai alat couching atau counseling bagi Low Performer.
Kelima, menetapkan skim kenaikan (perubahan) kompensasi.
Keenam, alat organisasi untuk melakukan perencanaan pegawai (man power planning) dan suksesi.
Ketujuh, untuk menyusun program pengembangan pegawai dan perencanaan training individu pegawai, serta kebijakan training bagi organisasi.
Dengan variasi penggunaan hasil penilaian kinerja yang cukup luas itu, tuntutan bagi organisasi, tentunya harus meningkatkan kualitas pelaksanaan penilaian kinerja di organisasinya. Tentu saja, setiap organisasi mempunyai prioritasnya sendiri-sendiri. Yang pasti, kekeliruan di dalam melaksanakannya, akan menyebabkan keputusan kita di dalam mengelola pegawai akan menjadi keliru. Padahal salah satu sasaran penting adanya manajemen SDM adalah untuk menciptakan fairness (keadilan) mendapatkan kesempatan dalam suatu perusahaan.
Thursday, 16 July 2009
KPU VS Quick Counts
toto zurianto
Pemilu Presiden Indonesia 2009 sudah usai sekitar 8 hari yang lalu. Hanya dalam hitungan jam, belum sampai sore hari, informasi hasil Quick Count (QC) beberapa lembaga, muncul di televisi dan media lain. Hasilnya, boleh dikatakan tidak akan mengalami perubahan secara siknifikan.
Lalu bagaimana dengan KPU? Penghitungannya berjalan sangat lambat, ibaratnya seperti bebek, atau bahkan siput. Menurut saya, situasi ini benar-benar meresahkan dan memalukan. Bahkan Pemilu Iran baru-baru ini, pada malam hari, hasilnya sudah bisa dipublikasikan ke media massa.
Kita betul-betul harus menggugat proses perhitungan seperti Siput ini. Atau seharusnya perhitungan QC tidak boleh dilakukan, karena menyebabkan KPU menjadi tidak berdaya, ompong sekali! Bahkan Pimpinan Partai, atau peserta yang kalah, sangat susah untuk memberikan Ucapan Selamat, karena hasil resminya memerlukan waktu lebih 2 minggu baru keluar! Bagaimana dengan pemimpin negara-negara lain, yang meyakini Pemilu Indonesia berjalan lancar, tetapi tidak bisa mengucapkan Selamat. Pidato kemenangan yang seharusnya menjadi penting bagi masyarakat dan bangsa, menjadi tidak ada. Memang bisa ada, tapi hasilnya sudah basi. Pak Yusuf Kalla yang "kalah", terpaksa memberikan ucapan selamat yang didasarkan kepada "asumsi".
Kalau kita tetap seperti ini, kondisinya menjadi lebih memalukan. jangan sampai tahun 2014, kejadian ini akan terulang lagi. Bagaimana mungkin kita sudah punya banyak ahli, banyak perusahaan teknik informatika dan komunikasi, bahkan kita sudah punya kementerian khusus Menkofindo yang mengurus informasi. Kita juga punya Roy Suryo yang kepakarannya tidak lagi diragukan. Rasanya malu, kalau nanti kita hal ini tidak segera diantisipasi. KPU dan para pejabat yang kompeten, segeralah dari sekarang kita menciptakan sistem informasi Pemilu yang bisa menghitung dalam waktu beberapa jam saja. Ini sesuatu yang tidak mustahil, sangat mungkin dilakukan pada era informasi saat ini. Kita bisa melakukan uji coba berulang-ulang pada Pemilihan Kepala Daerah Pilkada yang pasti akan banyak dilakukan dalam kurun 5 tahun ini. Kita ingin merasa bangga dengan sistem kita. Jangan sampai ketika orang sudah bergerak dengan pesawat supersonic yang cepat, kita tetap berjalan seperti Siput dan Bebek!
Pemilu Presiden Indonesia 2009 sudah usai sekitar 8 hari yang lalu. Hanya dalam hitungan jam, belum sampai sore hari, informasi hasil Quick Count (QC) beberapa lembaga, muncul di televisi dan media lain. Hasilnya, boleh dikatakan tidak akan mengalami perubahan secara siknifikan.
Lalu bagaimana dengan KPU? Penghitungannya berjalan sangat lambat, ibaratnya seperti bebek, atau bahkan siput. Menurut saya, situasi ini benar-benar meresahkan dan memalukan. Bahkan Pemilu Iran baru-baru ini, pada malam hari, hasilnya sudah bisa dipublikasikan ke media massa.
Kita betul-betul harus menggugat proses perhitungan seperti Siput ini. Atau seharusnya perhitungan QC tidak boleh dilakukan, karena menyebabkan KPU menjadi tidak berdaya, ompong sekali! Bahkan Pimpinan Partai, atau peserta yang kalah, sangat susah untuk memberikan Ucapan Selamat, karena hasil resminya memerlukan waktu lebih 2 minggu baru keluar! Bagaimana dengan pemimpin negara-negara lain, yang meyakini Pemilu Indonesia berjalan lancar, tetapi tidak bisa mengucapkan Selamat. Pidato kemenangan yang seharusnya menjadi penting bagi masyarakat dan bangsa, menjadi tidak ada. Memang bisa ada, tapi hasilnya sudah basi. Pak Yusuf Kalla yang "kalah", terpaksa memberikan ucapan selamat yang didasarkan kepada "asumsi".
Kalau kita tetap seperti ini, kondisinya menjadi lebih memalukan. jangan sampai tahun 2014, kejadian ini akan terulang lagi. Bagaimana mungkin kita sudah punya banyak ahli, banyak perusahaan teknik informatika dan komunikasi, bahkan kita sudah punya kementerian khusus Menkofindo yang mengurus informasi. Kita juga punya Roy Suryo yang kepakarannya tidak lagi diragukan. Rasanya malu, kalau nanti kita hal ini tidak segera diantisipasi. KPU dan para pejabat yang kompeten, segeralah dari sekarang kita menciptakan sistem informasi Pemilu yang bisa menghitung dalam waktu beberapa jam saja. Ini sesuatu yang tidak mustahil, sangat mungkin dilakukan pada era informasi saat ini. Kita bisa melakukan uji coba berulang-ulang pada Pemilihan Kepala Daerah Pilkada yang pasti akan banyak dilakukan dalam kurun 5 tahun ini. Kita ingin merasa bangga dengan sistem kita. Jangan sampai ketika orang sudah bergerak dengan pesawat supersonic yang cepat, kita tetap berjalan seperti Siput dan Bebek!
GE dan Jeffrey Immelt
toto zurianto
Pada bulan September 2001, Jeff ditetapkan sebagai CEO General Electric, menggantikan sang Legendaris Jack Welch. Ini suatu yang sangat luar biasa. Siapa saja pasti merasa tertantang, ketika diberikan kepercayaan besar menjadi successor pemimpin besar yang namanya tidak pernah bisa dilupakan orang, bahkan sampai bertahun-tahun setelah dia pergi. Pasti banyak sekali yang hadir dalam pemikiran Immelt yang selalu meng-idolakan Jack Welch. Bagaimanapun Jack adalah lambang dari suatu kepemimpinan yang tegas, memberikan waktu tetapi sangat terbatas. Kalau anda tidak performed dan tidak improved, pintu sangat terbuka bagi anda untuk pergi. Perusahaan didorong untuk mendapatkan Talent dari internal organisasi. Kegiatan pengembangan dan kepemimpinan, menjadi sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan. Penilaian Kinerja perlu tegas. Jack menerapkan diferensiasi yang tegas, ada Top Perfomer sekitar 20%, ada Middle Performer 70% dan ada yang mendapat perhatian khusus sebanagi Low Performer sebanyak 10% yang apabila tidak improved setelah diberi kesempatan hanya setengah tahun, silahkan mencari perusahaan lain yang lebih tepat. Soal efisiensi adalah pertimbangan utama Jack. para CEO di GE, tentu saja harus jungkir balik dan berjuang. Apabila perusahaan tidak bisa menjadi nomor 1 atau 2, dan tidak bisa diperbaiki, perusahaan harus dijual atau ditutup.
Jeff Immelt (JI) mewarisi suatu situasi yang demikian ketat dan hebat. Tetapi tentu saja situasi eksternal semakin rumit. Banyak perusahaan-perusahaan baru yang selalu harus dipetimbangkan. Era ini berbeda dengan masanya Jack. Kelahiran produk baru dan Inovasi menjadi pertimbangan utama Immelt. GE tidak lagi hanya bisa melalui cost cutting dan streamlining operation. Karena itu, perlu dilakukan perubahan-perubahan baru yang struktural, agar bisa tetap bertahan dan selalu improved! Salah satunya dari cara bekerja para manajer dan karyawan yang selama ini cukup ampuh mengandalkan para talent dari kalangan sendiri (promotion from within). Immelt mencoba membuka kesempatan yang sama, baik dari dalam GE maupun dari luar GE. Perlu dibangun semangat kompetisi yang kuat sehingga setiap orang menjadi lebih kompetitif.
Pada level top management, kompetensi yang diperlukan, biasanya tidak lagi terlalu teknikal. Karena itu, membawa orang-orang terbaik dari luar, merupakan suatu obat penting untuk mendobrak hal-hal yang terlalu comfort di dalam organisasi. Orang-oang baru, diharapkan mampu melahirkan ide dan perspektif baru untuk menghancurkan kekakuan dan kelambatan yang banyak bercokol di dalam organisasi.
Hal lain yang dilakukan Immelt adalah menciptakan kultur yang lebih berorientasi kepada customers, atau stakeholders. Bagi Immelt, manajer-manajer terbaik adalah orang-orang yang bisa berorientasi ke stakeholders-nya, bukan hanya ke operasional internal saja. Karena itu, setiap manajer dituntut untuk melahirkan paling tidak 3 (tiga) pekerjaan yang inovatif, atau disebutnya dengan istilah Imagination Breakthrough! Setiap tahun para manajer ini harus mempresentasikan karyanya ke suatu komite atau counsil yang terdiri dari para Senior Eksekutif berbagai bidang. Hasilnya harus spektakuler, misalnya untuk seorang manajer penjualan, maka dia harus bisa membuat GE mendapatkan area penjualan yang baru (geographic area), atau segment pelanggan yang baru, atau memiliki potensi untuk mendapatkan hasil sangat besar.
Setiap ide akan mendapatkan tempat yang terhormat di GE. Karena itu, GE selalu membuka kesempatan bagi siapapun untuk melakukan inovasi-inovasi. Bahkan GE membuka program the Virtual Idea Box, dimana setiap karyawan bisa sewaktu-waktu mengirimkan idenya melalui jalur intranet perusahaan.
Inilah pemikiran brilliant Jeff Immelt yang saat ini sedang kita tunggu keberhasilannya. Bagaimanapun, Jack Welch sudah sangat berhasil menjalankan sejarah GE dengan karya yang spektakuler. Jeff Immelt, dengan pendekatan, gaya dan prioritas yang berbeda, mencoba mempertahankan posisi GE sebagai organisasi modern dan hebat di dunia!
Pada bulan September 2001, Jeff ditetapkan sebagai CEO General Electric, menggantikan sang Legendaris Jack Welch. Ini suatu yang sangat luar biasa. Siapa saja pasti merasa tertantang, ketika diberikan kepercayaan besar menjadi successor pemimpin besar yang namanya tidak pernah bisa dilupakan orang, bahkan sampai bertahun-tahun setelah dia pergi. Pasti banyak sekali yang hadir dalam pemikiran Immelt yang selalu meng-idolakan Jack Welch. Bagaimanapun Jack adalah lambang dari suatu kepemimpinan yang tegas, memberikan waktu tetapi sangat terbatas. Kalau anda tidak performed dan tidak improved, pintu sangat terbuka bagi anda untuk pergi. Perusahaan didorong untuk mendapatkan Talent dari internal organisasi. Kegiatan pengembangan dan kepemimpinan, menjadi sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan. Penilaian Kinerja perlu tegas. Jack menerapkan diferensiasi yang tegas, ada Top Perfomer sekitar 20%, ada Middle Performer 70% dan ada yang mendapat perhatian khusus sebanagi Low Performer sebanyak 10% yang apabila tidak improved setelah diberi kesempatan hanya setengah tahun, silahkan mencari perusahaan lain yang lebih tepat. Soal efisiensi adalah pertimbangan utama Jack. para CEO di GE, tentu saja harus jungkir balik dan berjuang. Apabila perusahaan tidak bisa menjadi nomor 1 atau 2, dan tidak bisa diperbaiki, perusahaan harus dijual atau ditutup.
Jeff Immelt (JI) mewarisi suatu situasi yang demikian ketat dan hebat. Tetapi tentu saja situasi eksternal semakin rumit. Banyak perusahaan-perusahaan baru yang selalu harus dipetimbangkan. Era ini berbeda dengan masanya Jack. Kelahiran produk baru dan Inovasi menjadi pertimbangan utama Immelt. GE tidak lagi hanya bisa melalui cost cutting dan streamlining operation. Karena itu, perlu dilakukan perubahan-perubahan baru yang struktural, agar bisa tetap bertahan dan selalu improved! Salah satunya dari cara bekerja para manajer dan karyawan yang selama ini cukup ampuh mengandalkan para talent dari kalangan sendiri (promotion from within). Immelt mencoba membuka kesempatan yang sama, baik dari dalam GE maupun dari luar GE. Perlu dibangun semangat kompetisi yang kuat sehingga setiap orang menjadi lebih kompetitif.
Pada level top management, kompetensi yang diperlukan, biasanya tidak lagi terlalu teknikal. Karena itu, membawa orang-orang terbaik dari luar, merupakan suatu obat penting untuk mendobrak hal-hal yang terlalu comfort di dalam organisasi. Orang-oang baru, diharapkan mampu melahirkan ide dan perspektif baru untuk menghancurkan kekakuan dan kelambatan yang banyak bercokol di dalam organisasi.
Hal lain yang dilakukan Immelt adalah menciptakan kultur yang lebih berorientasi kepada customers, atau stakeholders. Bagi Immelt, manajer-manajer terbaik adalah orang-orang yang bisa berorientasi ke stakeholders-nya, bukan hanya ke operasional internal saja. Karena itu, setiap manajer dituntut untuk melahirkan paling tidak 3 (tiga) pekerjaan yang inovatif, atau disebutnya dengan istilah Imagination Breakthrough! Setiap tahun para manajer ini harus mempresentasikan karyanya ke suatu komite atau counsil yang terdiri dari para Senior Eksekutif berbagai bidang. Hasilnya harus spektakuler, misalnya untuk seorang manajer penjualan, maka dia harus bisa membuat GE mendapatkan area penjualan yang baru (geographic area), atau segment pelanggan yang baru, atau memiliki potensi untuk mendapatkan hasil sangat besar.
Setiap ide akan mendapatkan tempat yang terhormat di GE. Karena itu, GE selalu membuka kesempatan bagi siapapun untuk melakukan inovasi-inovasi. Bahkan GE membuka program the Virtual Idea Box, dimana setiap karyawan bisa sewaktu-waktu mengirimkan idenya melalui jalur intranet perusahaan.
Inilah pemikiran brilliant Jeff Immelt yang saat ini sedang kita tunggu keberhasilannya. Bagaimanapun, Jack Welch sudah sangat berhasil menjalankan sejarah GE dengan karya yang spektakuler. Jeff Immelt, dengan pendekatan, gaya dan prioritas yang berbeda, mencoba mempertahankan posisi GE sebagai organisasi modern dan hebat di dunia!
Wednesday, 15 July 2009
Bagaimana agar Penilaian Kinerja bisa efektif?
toto zurianto
Penilaian Kinerja atau Performance Appraisal, atau secara lebih luas dikenal dengan Performance Management System (PMS), adalah suatu management tool yang mutlak harus ada dalam suatu organisasi/perusahaan. Tapi sangat sering implementasinya amburadul, banyak dikecam orang. Sebagian karena sistemnya tidak terlalu baik dan kurang pas bagi perusahaan, tetapi yang paling banyak adalah soal pelaksanaannya, terutama akibat para penilai, atau evaluator tidak memahami hakekat keberadaannya, atau kurang jujur dan lebih suka bersikap populis.
Karena itu, sebagai alat perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya, PMS sering menjadi tidak efektif. Banyak pegawai yang menentang pelaksanaannya, banyak Line Manager yang merasa gerah menjalankannya, tetapi di lain pihak, kehadirannya menjadi sesuatu yang tidak terbantahkan dan perlu. Hampir tidak ada perusahaan yang karena kesulitannya, akhirnya menghilangkan PMS ini. PMS, selalu sulit dijalankan, tetapi selalu sulit dihilangkan. Karena itu, upaya yang paling mungkin adalah tetap menjalankannya, memperbaiki pandangan kita dalam melaksanakannya, dan ikhlas menerima sistem ini sebagai suatu keniscayaan yang (akhirnya) menjadi penting dan sayang untuk ditinggalkan.
Satu hal yang mungkin berguna untuk kita pahami mengenai PMS adalah, bahwa kehadiran penilaian kinerja ini bagi perusahaan adalah untuk mengukur pencapaian pegawai dikaitkan dengan sasaran (goal) yang dibebankan kepada masing-masing individu. Tentu saja goal atau target tersebut didasarkan pada goal perusahaan atau unit bisnis tertentu yang ditetapkan manajemen. Dengan demikian dapatlah diketahui bahwa perusahaan sudah melangkah sampai tahap apa, apakah sudah on track, atau ada hal-hal yang harus diperkuat dan dipercepat. Jangan sampai pada akhirnya perusahaan merasa kesulitan untuk memberikan yang terbaik kepada stakeholdersnya. Dari sisi pegawai, penilaian kinerja berguna untuk mempertahakan dan meningkatkan motivasi kerja seraya membangun skill-nya sehingga mampu menjalankan pekerjaannya saat ini dan harapannya untuk masa yang akan datang.
Edward E. Lawler III (Talent; Making People Your Competitive Advantage, 2008), menyebutkan beberapa hal yang harus dilakukan dalam rangka menyempurnakan PMS;
Pertama, Performance Appraisal harus dimulai dari top level, seterusnya ke bawah secara bertahap. Jangan sampai kita hanya mengukur yang bawah-bawah saja. Tanpa lebih dahulu mengukur yang atas, bagaimana kita bisa mengetahui ekspektasi atasan terhadap bawahan? Dan yang pasti kehadirannya menjadi tidak di-buy-in.
Kedua, pencapaian target selalu dievaluasi untuk melihat efektivitas pelaksanaan pekerjaan. Jangan sampai pengukuran atas sesuatu yang tidak jelas, tanpa batasan dan ukuran.
Ketiga, sasaran harus ditetapkan terlebih dahulu. Bagaimana kita menetapkan atau menyatakan berhasil atau gagal apabila tidak ada sasaran yang jelas? Tanpa ada penetapan sasaran, sesungguhnya penilaian kinerja tidak pantas untuk dilaksanakan.
Keempat, Pengukuran kinerja harus dilakukan secara objektif. Ada alat ukurnya, ada cara mengukurnya, ada penjelasan tentang suatu keberhasilan, atau kegagalan. Termasuk hal-hal yang super atau extraordinary.
Kelima, evaluator harus berani menetapkan adanya pegawai yang berhasil dan berada pada ranking atas (top performance), ada yang sedang (middle), dan ada yang perlu mendapatkan peringatan atau bimbingan (low performance). Pola diferensiasi pegawai adalah suatu kemutlakan dan perlu dilakukan, bukan suatu kesalahan atau menjadi sesuatu yang harus dihindari.
Keenam, mentaliti pegawai yag diukur juga harus ikhlas dan menerima hasil penilaian atasan. Jangan selalu merasa benar dan doyan protes. Kita harus mempercayai atasan, bahwa penilaian kinerja yang dilakukannya tidaklah mudah, dan tentunya keputusannya merupakan suatu pertimbangan yang tidak ringan. Meskipun tetap dibenarkan untuk protes atau mempertanyakan hal-hal yang kurang tepat, tetapi pada akhirnya kita harus menghargai atasan yang sudah berani memberikan keputusannya walaupun terasa pahit bagi kita.
Penilaian Kinerja atau Performance Appraisal, atau secara lebih luas dikenal dengan Performance Management System (PMS), adalah suatu management tool yang mutlak harus ada dalam suatu organisasi/perusahaan. Tapi sangat sering implementasinya amburadul, banyak dikecam orang. Sebagian karena sistemnya tidak terlalu baik dan kurang pas bagi perusahaan, tetapi yang paling banyak adalah soal pelaksanaannya, terutama akibat para penilai, atau evaluator tidak memahami hakekat keberadaannya, atau kurang jujur dan lebih suka bersikap populis.
Karena itu, sebagai alat perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya, PMS sering menjadi tidak efektif. Banyak pegawai yang menentang pelaksanaannya, banyak Line Manager yang merasa gerah menjalankannya, tetapi di lain pihak, kehadirannya menjadi sesuatu yang tidak terbantahkan dan perlu. Hampir tidak ada perusahaan yang karena kesulitannya, akhirnya menghilangkan PMS ini. PMS, selalu sulit dijalankan, tetapi selalu sulit dihilangkan. Karena itu, upaya yang paling mungkin adalah tetap menjalankannya, memperbaiki pandangan kita dalam melaksanakannya, dan ikhlas menerima sistem ini sebagai suatu keniscayaan yang (akhirnya) menjadi penting dan sayang untuk ditinggalkan.
Satu hal yang mungkin berguna untuk kita pahami mengenai PMS adalah, bahwa kehadiran penilaian kinerja ini bagi perusahaan adalah untuk mengukur pencapaian pegawai dikaitkan dengan sasaran (goal) yang dibebankan kepada masing-masing individu. Tentu saja goal atau target tersebut didasarkan pada goal perusahaan atau unit bisnis tertentu yang ditetapkan manajemen. Dengan demikian dapatlah diketahui bahwa perusahaan sudah melangkah sampai tahap apa, apakah sudah on track, atau ada hal-hal yang harus diperkuat dan dipercepat. Jangan sampai pada akhirnya perusahaan merasa kesulitan untuk memberikan yang terbaik kepada stakeholdersnya. Dari sisi pegawai, penilaian kinerja berguna untuk mempertahakan dan meningkatkan motivasi kerja seraya membangun skill-nya sehingga mampu menjalankan pekerjaannya saat ini dan harapannya untuk masa yang akan datang.
Edward E. Lawler III (Talent; Making People Your Competitive Advantage, 2008), menyebutkan beberapa hal yang harus dilakukan dalam rangka menyempurnakan PMS;
Pertama, Performance Appraisal harus dimulai dari top level, seterusnya ke bawah secara bertahap. Jangan sampai kita hanya mengukur yang bawah-bawah saja. Tanpa lebih dahulu mengukur yang atas, bagaimana kita bisa mengetahui ekspektasi atasan terhadap bawahan? Dan yang pasti kehadirannya menjadi tidak di-buy-in.
Kedua, pencapaian target selalu dievaluasi untuk melihat efektivitas pelaksanaan pekerjaan. Jangan sampai pengukuran atas sesuatu yang tidak jelas, tanpa batasan dan ukuran.
Ketiga, sasaran harus ditetapkan terlebih dahulu. Bagaimana kita menetapkan atau menyatakan berhasil atau gagal apabila tidak ada sasaran yang jelas? Tanpa ada penetapan sasaran, sesungguhnya penilaian kinerja tidak pantas untuk dilaksanakan.
Keempat, Pengukuran kinerja harus dilakukan secara objektif. Ada alat ukurnya, ada cara mengukurnya, ada penjelasan tentang suatu keberhasilan, atau kegagalan. Termasuk hal-hal yang super atau extraordinary.
Kelima, evaluator harus berani menetapkan adanya pegawai yang berhasil dan berada pada ranking atas (top performance), ada yang sedang (middle), dan ada yang perlu mendapatkan peringatan atau bimbingan (low performance). Pola diferensiasi pegawai adalah suatu kemutlakan dan perlu dilakukan, bukan suatu kesalahan atau menjadi sesuatu yang harus dihindari.
Keenam, mentaliti pegawai yag diukur juga harus ikhlas dan menerima hasil penilaian atasan. Jangan selalu merasa benar dan doyan protes. Kita harus mempercayai atasan, bahwa penilaian kinerja yang dilakukannya tidaklah mudah, dan tentunya keputusannya merupakan suatu pertimbangan yang tidak ringan. Meskipun tetap dibenarkan untuk protes atau mempertanyakan hal-hal yang kurang tepat, tetapi pada akhirnya kita harus menghargai atasan yang sudah berani memberikan keputusannya walaupun terasa pahit bagi kita.
Tuesday, 14 July 2009
Kenapa Kebijakan SDM Tidak Efektif?
toto zurianto
Banyak kritikan yang dialamatkan ke Human Resource Department (HRD), dianggap tidak mampu memberikan solusi SDM bagi unit-unit bisnis dalam suatu perusahaan. Meskipun para Profesional SDM sudah melakukan banyak hal yang mereka anggap bertujuan membantu agar Line Manager mampu mewujudkan goal-nya, tetapi ternyata hasilnya belum menggembirakan. Beberapa kritikan yang dialamatkan ke HRD antara lain (Ralph Christensen, Roadmap to Strategic HR, 2006);
Pertama, HRD terlalu banyak menghabiskan waktu untuk membahas hal-hal yang terlalu detail dan sering keluar dari isu sebenarnya untuk membantu Line Manager menyediakan orang-orang yang kompeten sesuai keperluan pada waktu yang tepat.
Kedua, HRD terlalu banyak mempermasalahkan kemampuan manajerial dan leadership para Line Manager, tetapi melupakan leadership mereka sendiri. Akibatnya kemampuan HR Profesional mewujudkan sasarannya menjadi tidak efektif.
Ketiga, sering lemah untuk memahami hal-hal penting dari stakeholders-nya, kurang mengikuti perkembangan teknologi dan industri yang membuat rekomendasi mereka menjadi tidak bernas! Seharusnya, HR Profesional memiliki pengetahuan yang cukup, baik mengenai client-nya, apalagi mengenai sistem-sistem SDM yang efektif.
Keempat, kurang mengkaitkan strategi dan inisiatif HR dengan hal-hal yang akan di-deliver unit bisnis. sering kebijakan HR-nya bukan merupakan keperluan utama dari organisasi, tetapi hanya merujuk kepada hal-hal yang dilakukan di perusahaan lain. Padahal hal tersebut belum tentu cocok dilakukan pada perusahaan mereka.
Kelima, HR Profesional sering terlalu tergesa-gesa mencoba meng-eksekusi hal-hal yang sebenarnya masih belum matang. Kajian yang bersifat kebijakan tidak dilakukan secara kuat, terlalu cepat pindah ke hal-hal teknis yang detail tanpa basic theory yang cukup.
Banyak kritikan yang dialamatkan ke Human Resource Department (HRD), dianggap tidak mampu memberikan solusi SDM bagi unit-unit bisnis dalam suatu perusahaan. Meskipun para Profesional SDM sudah melakukan banyak hal yang mereka anggap bertujuan membantu agar Line Manager mampu mewujudkan goal-nya, tetapi ternyata hasilnya belum menggembirakan. Beberapa kritikan yang dialamatkan ke HRD antara lain (Ralph Christensen, Roadmap to Strategic HR, 2006);
Pertama, HRD terlalu banyak menghabiskan waktu untuk membahas hal-hal yang terlalu detail dan sering keluar dari isu sebenarnya untuk membantu Line Manager menyediakan orang-orang yang kompeten sesuai keperluan pada waktu yang tepat.
Kedua, HRD terlalu banyak mempermasalahkan kemampuan manajerial dan leadership para Line Manager, tetapi melupakan leadership mereka sendiri. Akibatnya kemampuan HR Profesional mewujudkan sasarannya menjadi tidak efektif.
Ketiga, sering lemah untuk memahami hal-hal penting dari stakeholders-nya, kurang mengikuti perkembangan teknologi dan industri yang membuat rekomendasi mereka menjadi tidak bernas! Seharusnya, HR Profesional memiliki pengetahuan yang cukup, baik mengenai client-nya, apalagi mengenai sistem-sistem SDM yang efektif.
Keempat, kurang mengkaitkan strategi dan inisiatif HR dengan hal-hal yang akan di-deliver unit bisnis. sering kebijakan HR-nya bukan merupakan keperluan utama dari organisasi, tetapi hanya merujuk kepada hal-hal yang dilakukan di perusahaan lain. Padahal hal tersebut belum tentu cocok dilakukan pada perusahaan mereka.
Kelima, HR Profesional sering terlalu tergesa-gesa mencoba meng-eksekusi hal-hal yang sebenarnya masih belum matang. Kajian yang bersifat kebijakan tidak dilakukan secara kuat, terlalu cepat pindah ke hal-hal teknis yang detail tanpa basic theory yang cukup.
Monday, 13 July 2009
GE Leadership Criteria
toto zurianto
Semua businessman mengakui kehebatan Jack Welch, mantan CEO General Electric yang paling legendaris. Keberhasilan GE selama puluhan tahun tidak lepas dari sepak terjang Jack Welch yang diyakini sebagai pemimpin paling visioner dan innovatif. Tentu saja, disamping beberapa kekurangannya dan situasi business yang berbeda pada masa yang berbeda, ada beberapa hal penting yang perlu dipetik dari keberhasilan GE, terutama menyangkut sosok Jack Welcvh sendiri. Ram Charan (Leaders At All Levels, 2008) mencatat beberapa kriteria penting kepemimpinan GE;
Pertama, GE selalu fokus pada harapan stakeholdersnya. Pemimpin harus membawa perusahaan untuk selalu memperhatikan keinginan eksternal sebagai pengguna dan pembeli yang mengeluarkan resourcesnya!
Kedua, menterjemahkan harapan eksternal dalam bentuk strategi dan tindakan yang jelas, cepat mengambil keputusan, dan membuat program komunikasi yang efektif tidak bertele-tele.
Ketiga, memberikan kesempatan kepada karyawan untuk berimajinasi, berani mengambil risiko untuk menterjemahkan ide menjadi realita. Tidak ada hukuman untuk suatu ide yang paling gila sekalipun.
Keempat, Membangun semangat dan selalu dengan energi yang kuat bagi orang-orang GE untuk kreatif sehingga selalu berhasil menghadirkan suasana yang loyal dan penuh komitmen.
Kelima, membangun semangat dan menghargai upaya peningkatan kompetensi pegawai dalam rangka menciptakan suasana yang tinggi untuk mengawal perubahan. Pegawai GE selalu merasa konfiden untuk mencari hal-hal baru melalui program perubahan!
Semua businessman mengakui kehebatan Jack Welch, mantan CEO General Electric yang paling legendaris. Keberhasilan GE selama puluhan tahun tidak lepas dari sepak terjang Jack Welch yang diyakini sebagai pemimpin paling visioner dan innovatif. Tentu saja, disamping beberapa kekurangannya dan situasi business yang berbeda pada masa yang berbeda, ada beberapa hal penting yang perlu dipetik dari keberhasilan GE, terutama menyangkut sosok Jack Welcvh sendiri. Ram Charan (Leaders At All Levels, 2008) mencatat beberapa kriteria penting kepemimpinan GE;
Pertama, GE selalu fokus pada harapan stakeholdersnya. Pemimpin harus membawa perusahaan untuk selalu memperhatikan keinginan eksternal sebagai pengguna dan pembeli yang mengeluarkan resourcesnya!
Kedua, menterjemahkan harapan eksternal dalam bentuk strategi dan tindakan yang jelas, cepat mengambil keputusan, dan membuat program komunikasi yang efektif tidak bertele-tele.
Ketiga, memberikan kesempatan kepada karyawan untuk berimajinasi, berani mengambil risiko untuk menterjemahkan ide menjadi realita. Tidak ada hukuman untuk suatu ide yang paling gila sekalipun.
Keempat, Membangun semangat dan selalu dengan energi yang kuat bagi orang-orang GE untuk kreatif sehingga selalu berhasil menghadirkan suasana yang loyal dan penuh komitmen.
Kelima, membangun semangat dan menghargai upaya peningkatan kompetensi pegawai dalam rangka menciptakan suasana yang tinggi untuk mengawal perubahan. Pegawai GE selalu merasa konfiden untuk mencari hal-hal baru melalui program perubahan!
Sunday, 12 July 2009
Leadership is a Relationship
toto zurianto
Benar, kepemimpinan adalah suatu pola hubungan, antara orang-orang yang memiliki keinginan dan kemampuan untuk memimpin, dengan orang-orang yang harus atau memilih untuk menjadi pengikut (followers). Karena itu, kepemimpinan memerlukan agar orang yang dipimpin, mempunyai passioanate yang kuat untuk memahami pemimpinnya dan selalu mempertahankan sikap engaged terus menerus!
Mungkin saja kepemimpinan diperoleh akibat kekuasaan resmi (formal power) karena kita ditetapkan penguasa/pemilik organisasi (atau oleh undang-undang) untuk memimpin suatu entity. Tetapi yang paling penting, apabila kita ingin meninggalkan legacy atas kepemimpinan kita, maka selalulah berusaha, bahwa orang-orang yang kita pimpin tidak sekedar terpesona akibat kekuasaan formal itu, melainkan karena pola hubungan yang unik yang berhasil kita ciptakan selama masa kepemimpinan kita.
Bagaimana menjalin pola hubungan yang kuat antara Pemimpin dengan orang yang dipimpin? Bagaimana agar seorang pemimpin bisa kredibel dan membuat orang yang dipimpin merasa nyaman terhadap pemimpinnya? Menurut Stephen M.R. Covey (Speed of Trust), relationship itu hanya bisa dibangun apabila kita sudah memenuhi kualitas character dan competence yang memadai. Karakter utama seorang Pemimpin adalah Integritas dan Intent (yang jelas). Integritas sederhananya adalah kejujuran, bisa dipercaya, atau amanah. Pribadi-pribadi yang selalu hidup dalam nilai-nilai (values) yang stabil, sesuai kata dan perbuatan (walk the talk), serta mampu mempertahankan prinsip kebenaran. Intent menunjukkan motivasi dan agenda. Semua pemimpin dituntut untuk tidak menyembunyikan sesuatu, lain di bibir lain pula yang di mulut.
Bagaimana dengan kualitas Competence? Competence termasuk bagian hardware yang perlu kita uji setiap saat. Ada 2 hal yang dilihat orang untuk mengatakan seseorang itu kompeten atau masih dalam proses improvement, pertama kapabilitas-nya dan kedua, hasil (result) yang pernah di-deliver-nya. Kapabilitas dibangun melalui pembelajaran terus menerus dan tidak berhenti, utamanya bakat (talent) yang ada pada diri pemimpin, Attitude-nya, Skills, Knwoledge, gayanya (Style).
Jadi, sebelum seseorang menginginkan hubungan eksternal yang lebih luas, maka yang bersangkutan dituntut terlebih dahulu untuk membenahi keadaan dirinya sendiri melalui 4 Core Credibility-nya, yaitu Integritas, Intent (Agenda), Kapabilitas-nya, dan Result yang memadai yang pernah disumbangkannya.
Benar, kepemimpinan adalah suatu pola hubungan, antara orang-orang yang memiliki keinginan dan kemampuan untuk memimpin, dengan orang-orang yang harus atau memilih untuk menjadi pengikut (followers). Karena itu, kepemimpinan memerlukan agar orang yang dipimpin, mempunyai passioanate yang kuat untuk memahami pemimpinnya dan selalu mempertahankan sikap engaged terus menerus!
Mungkin saja kepemimpinan diperoleh akibat kekuasaan resmi (formal power) karena kita ditetapkan penguasa/pemilik organisasi (atau oleh undang-undang) untuk memimpin suatu entity. Tetapi yang paling penting, apabila kita ingin meninggalkan legacy atas kepemimpinan kita, maka selalulah berusaha, bahwa orang-orang yang kita pimpin tidak sekedar terpesona akibat kekuasaan formal itu, melainkan karena pola hubungan yang unik yang berhasil kita ciptakan selama masa kepemimpinan kita.
Bagaimana menjalin pola hubungan yang kuat antara Pemimpin dengan orang yang dipimpin? Bagaimana agar seorang pemimpin bisa kredibel dan membuat orang yang dipimpin merasa nyaman terhadap pemimpinnya? Menurut Stephen M.R. Covey (Speed of Trust), relationship itu hanya bisa dibangun apabila kita sudah memenuhi kualitas character dan competence yang memadai. Karakter utama seorang Pemimpin adalah Integritas dan Intent (yang jelas). Integritas sederhananya adalah kejujuran, bisa dipercaya, atau amanah. Pribadi-pribadi yang selalu hidup dalam nilai-nilai (values) yang stabil, sesuai kata dan perbuatan (walk the talk), serta mampu mempertahankan prinsip kebenaran. Intent menunjukkan motivasi dan agenda. Semua pemimpin dituntut untuk tidak menyembunyikan sesuatu, lain di bibir lain pula yang di mulut.
Bagaimana dengan kualitas Competence? Competence termasuk bagian hardware yang perlu kita uji setiap saat. Ada 2 hal yang dilihat orang untuk mengatakan seseorang itu kompeten atau masih dalam proses improvement, pertama kapabilitas-nya dan kedua, hasil (result) yang pernah di-deliver-nya. Kapabilitas dibangun melalui pembelajaran terus menerus dan tidak berhenti, utamanya bakat (talent) yang ada pada diri pemimpin, Attitude-nya, Skills, Knwoledge, gayanya (Style).
Jadi, sebelum seseorang menginginkan hubungan eksternal yang lebih luas, maka yang bersangkutan dituntut terlebih dahulu untuk membenahi keadaan dirinya sendiri melalui 4 Core Credibility-nya, yaitu Integritas, Intent (Agenda), Kapabilitas-nya, dan Result yang memadai yang pernah disumbangkannya.
Saturday, 11 July 2009
Leading at the Speed of Trust; Menang dengan Kepercayaan
toto zurianto
Sebuah buku yang ditulis Stephen M.R. Covey (2007), menarik untuk kita baca, apalagi dalam suasana Indonesia yang masih tetap dilanda krisis. Terutama menyangkut krisis kepercayaan yang membuat kiat tidak kredibel. Kadang-kadang kita heran, betapa banyak usaha yang sudah kita jalankan, tetapi kenapa mendapatkan kembali kepercayaan yang pernah ada, serasa sedang berusaha menggeser sebuah batu besar, tetapi jangankan bergerak, bahkan hanya seinchi-pun tidak mampu kita pindahkan.
Mendapatkan kepercayaan dari stakeholders, luar biasa susahnya. Sering membuat kita frustasi, kenapa ya pihak eksternal sama sekali tidak pernah memahami kita. Apa sebenarnya yang membuat situasi kadang bertambah parah. Kenapa "mereka" tidak bergeming sama sekali, padahal kita sudah jungkir balik dan melakukan banyak sekali perubahan.
The Speed of Trust, secara runtun dan sederhana mencoba menggugah pembaca untuk melihat upaya penting dalam menjaga dan mempertahankan kredibilitas, atau membangun kembali sesuatu yang pernah hancur. Bagaimanapun, untuk upaya yang lebih besar, seperti kredibilitas organisasi, atau bahkan kredibilitas bangsa, tidak mungkin bisa kita perbaiki secara otomatis seperti membalik telapak tangan. Kita harus memulainya dari diri personal sendiri, ini disebutnya dengan membangun Self Trust. Setelah itu, kita mulai melakukan interaksi dengan pihak lain, ini disebutnya dengan Relationship Trust. Selanjutnya, kita akan menggarap hal yang lebih besar, berupa Organization Trust. Hanya ketika organisasi kita sudah mendapatkan kepercayaannya, maka kita bisa melangkah ke upaya yang lebih besar, menciptakan Kepercayaan Pasar (Market Trust) dan Kepercayaan Masyarakat (Societal Trust).
Kenapa Kepercayaan Harus Selalu dijaga?
Karena, tanpa ada kepercayaan, hubungan antar manusia menjadi lebih mahal. Kita tidak bisa membayangkan, misalnya dalam suatu rumah sakit, apabila dokter tidak percaya hasil penelitian laboratorium. Atau Apoteker tidak percaya, bahwa resep yang ditulis dokter itu benar adanya. Bahkan yang paling sederhana. bagaimana jadinya suatu masakan yang sedang dimasak, apabila semua orang berpikir, makanan tersebut belum diberikan garam dan setiap orang merasa berkewajiban untuk memberikan garam, walau hanya sedikit!
Kepercayaan membuat pekerjaan menjadi hemat dan mudah melaksanakannya. Atasan harus mempercayai anak buahnya, dan seorang bawahan, perlu mempercayai boss-nya. Lalu bagaimana cara kita membangun kepercayaan ini? Atau, bagaimana cara kita agar orang lain mempercayaai kita (self trust)? Ada 4 Core Credibility yang harus selalu kita jaga dalam rangka membangun rasa percaya dari orang lain terhadap kita, (i) kita harus mempunyai Integritas, atau kejujuran. (ii) memiliki tujuan yang jelas yang bisa dilihat orang. Jangan sampai ada kesan, seolah-olah kita mempunyai Hidden Agenda! Ini benar-benar berbahaya. (iii) kita harus kompeten, punya kapabilitas. Kapabilitas dibangun melalui bakat (Talent) yang kita, Attitude yang bisa diandalkan, Skills yang memadai, dan pengetahuan (Knowledge) yang luas, lalu tak kalah pentingnya adalah gaya kita (Style) yang membuat orang lain tidak mencurigai kita. (iv) bagaimana dengan Track Record? Hanya orang-orang yang telah menbuktikan, bahwa ia mampu men=deliver result yang membuat kepercayaan orang terhadap kita menjadi lebih tinggi.
Sebuah buku yang ditulis Stephen M.R. Covey (2007), menarik untuk kita baca, apalagi dalam suasana Indonesia yang masih tetap dilanda krisis. Terutama menyangkut krisis kepercayaan yang membuat kiat tidak kredibel. Kadang-kadang kita heran, betapa banyak usaha yang sudah kita jalankan, tetapi kenapa mendapatkan kembali kepercayaan yang pernah ada, serasa sedang berusaha menggeser sebuah batu besar, tetapi jangankan bergerak, bahkan hanya seinchi-pun tidak mampu kita pindahkan.
Mendapatkan kepercayaan dari stakeholders, luar biasa susahnya. Sering membuat kita frustasi, kenapa ya pihak eksternal sama sekali tidak pernah memahami kita. Apa sebenarnya yang membuat situasi kadang bertambah parah. Kenapa "mereka" tidak bergeming sama sekali, padahal kita sudah jungkir balik dan melakukan banyak sekali perubahan.
The Speed of Trust, secara runtun dan sederhana mencoba menggugah pembaca untuk melihat upaya penting dalam menjaga dan mempertahankan kredibilitas, atau membangun kembali sesuatu yang pernah hancur. Bagaimanapun, untuk upaya yang lebih besar, seperti kredibilitas organisasi, atau bahkan kredibilitas bangsa, tidak mungkin bisa kita perbaiki secara otomatis seperti membalik telapak tangan. Kita harus memulainya dari diri personal sendiri, ini disebutnya dengan membangun Self Trust. Setelah itu, kita mulai melakukan interaksi dengan pihak lain, ini disebutnya dengan Relationship Trust. Selanjutnya, kita akan menggarap hal yang lebih besar, berupa Organization Trust. Hanya ketika organisasi kita sudah mendapatkan kepercayaannya, maka kita bisa melangkah ke upaya yang lebih besar, menciptakan Kepercayaan Pasar (Market Trust) dan Kepercayaan Masyarakat (Societal Trust).
Kenapa Kepercayaan Harus Selalu dijaga?
Karena, tanpa ada kepercayaan, hubungan antar manusia menjadi lebih mahal. Kita tidak bisa membayangkan, misalnya dalam suatu rumah sakit, apabila dokter tidak percaya hasil penelitian laboratorium. Atau Apoteker tidak percaya, bahwa resep yang ditulis dokter itu benar adanya. Bahkan yang paling sederhana. bagaimana jadinya suatu masakan yang sedang dimasak, apabila semua orang berpikir, makanan tersebut belum diberikan garam dan setiap orang merasa berkewajiban untuk memberikan garam, walau hanya sedikit!
Kepercayaan membuat pekerjaan menjadi hemat dan mudah melaksanakannya. Atasan harus mempercayai anak buahnya, dan seorang bawahan, perlu mempercayai boss-nya. Lalu bagaimana cara kita membangun kepercayaan ini? Atau, bagaimana cara kita agar orang lain mempercayaai kita (self trust)? Ada 4 Core Credibility yang harus selalu kita jaga dalam rangka membangun rasa percaya dari orang lain terhadap kita, (i) kita harus mempunyai Integritas, atau kejujuran. (ii) memiliki tujuan yang jelas yang bisa dilihat orang. Jangan sampai ada kesan, seolah-olah kita mempunyai Hidden Agenda! Ini benar-benar berbahaya. (iii) kita harus kompeten, punya kapabilitas. Kapabilitas dibangun melalui bakat (Talent) yang kita, Attitude yang bisa diandalkan, Skills yang memadai, dan pengetahuan (Knowledge) yang luas, lalu tak kalah pentingnya adalah gaya kita (Style) yang membuat orang lain tidak mencurigai kita. (iv) bagaimana dengan Track Record? Hanya orang-orang yang telah menbuktikan, bahwa ia mampu men=deliver result yang membuat kepercayaan orang terhadap kita menjadi lebih tinggi.
Friday, 10 July 2009
Menghargai Talent = Menghormati Low Performer
toto zurianto
Pemimpin yang hebat, adalah pemimpin yang bisa membedakan, siapa yang High Talented and Contributed People, siapa yang sedang-sedang (Middle Performer), dan siapa yang termasuk orang yang sedang menumpang (Low Performer). Lalu konskuensinya, orang hebat harus dihargai setimpal dengan kehebatannya, karena dialah engine utama yang sangat menentukan, apakah perusahaan bisa bergerak mewujudkan sasarannya, atau tidak sama sekali karena mesinnya mogok, atau ditilap ditikungan oleh perusahaan pesaing! Memperlakukan Talent secara istimewa, sangatlah wajar, karena godaan eksternal semakin hari semakin meresahkan. Talent harus dielus dan dipupuk, diberikan reward yang lebih baik, bukan hanya paling istimewa di dalam perusahaan, tetapi sekaligus harus bersaing terhadap kompetitor.
Jangan lupa orang-orang yang sedang adalah bagian penting dari perusahaan anda, jumlahnya yang paling banyak, sekitar 60-70%! Hargai mereka sewajarnya, jangan sampai diri mereka menderita sehingga menjadi tidak tertarik kepada perusahaan anda, dan beralih kepada perusahaan pesaing. sebagian yang bisa improved, tingkatkan, sehingga mampu menjadi Top Performer.
Lalu bagaimana dengan Low Performer? Mereka memang sedang tidak menguntungkan, lagi menikmati perusahaan tetapi tidak kontributif. Segera cari tahu penyebab keadaan buruk ini, berikan perhatian, didik dan bina secara intensif. Lakukan coaching atau counseling, atau training-training kecil sesuai dengan posisi mereka. Berikan kesempatan dan monitoring secara berkala. Yang penting, pertama-tama, bicaralah kepada mereka, berikan mereka kesempatan untuk berbicara. Mereka adalah orang yang sedang dirundung malang, karena itu, langkah pertama yang dilakukan, adalah membangkitkan semangat mereka! Mereka harus diajak untuk bisa bekerja sama dan menyadari bahwa sebenarnya mereka masih memiliki sesuatu yang bisa dikontribusikan ke organisasi. Tapi tentu saja, semua ada batasnya. Setelah beberapa waktu, mereka harus improved! Kalau tidak bisa, lakukan fasilitasi untuk mencari karir yang lebih tepat. Jangan-jangan pekerjaan mereka saat ini masih belum sesuai dengan kompetensi dan keinginannya. Atau jangan-jangan ada pekerjaan lain di luar perusahaan yang lebih sesuai dengan keinginannya.
Jadi pada dasarnya, melakukan diferensiasi bagi seorang Pemimpin, termasuk para Line Manager, bukan saja suatu kewajiban, melainkan tuntutan untuk lebih menempatkan orang pada kategorinya masing-masing. Supaya semua orang tepat posisi, tepat perlakukan, dan tahu harus kemana. Semua orang, akhirnya merasa dihargai dan dihormati akibat adanya proses komunikasi. Para Low Performer-pun tidak lagi merasa-rasa sebagai orang yang tidak dianggap. Kalaupun mereka harus kalah dalam persaingan, tetapi mereka menyadari bahwa, masih banyak orang lain yang lebih baik yang lebih patut untuk lebih dihargai dibandingkan diri mereka. Mereka merasa, perusahaan telah menghargai dan menghormati mereka, walaupun hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Paling tidak semua orang, termasuk para Low Performer mengetahui, bahwa merekapun harus secara legowo mencari tempat lain yang paling pas untuk mereka.
Pemimpin yang hebat, adalah pemimpin yang bisa membedakan, siapa yang High Talented and Contributed People, siapa yang sedang-sedang (Middle Performer), dan siapa yang termasuk orang yang sedang menumpang (Low Performer). Lalu konskuensinya, orang hebat harus dihargai setimpal dengan kehebatannya, karena dialah engine utama yang sangat menentukan, apakah perusahaan bisa bergerak mewujudkan sasarannya, atau tidak sama sekali karena mesinnya mogok, atau ditilap ditikungan oleh perusahaan pesaing! Memperlakukan Talent secara istimewa, sangatlah wajar, karena godaan eksternal semakin hari semakin meresahkan. Talent harus dielus dan dipupuk, diberikan reward yang lebih baik, bukan hanya paling istimewa di dalam perusahaan, tetapi sekaligus harus bersaing terhadap kompetitor.
Jangan lupa orang-orang yang sedang adalah bagian penting dari perusahaan anda, jumlahnya yang paling banyak, sekitar 60-70%! Hargai mereka sewajarnya, jangan sampai diri mereka menderita sehingga menjadi tidak tertarik kepada perusahaan anda, dan beralih kepada perusahaan pesaing. sebagian yang bisa improved, tingkatkan, sehingga mampu menjadi Top Performer.
Lalu bagaimana dengan Low Performer? Mereka memang sedang tidak menguntungkan, lagi menikmati perusahaan tetapi tidak kontributif. Segera cari tahu penyebab keadaan buruk ini, berikan perhatian, didik dan bina secara intensif. Lakukan coaching atau counseling, atau training-training kecil sesuai dengan posisi mereka. Berikan kesempatan dan monitoring secara berkala. Yang penting, pertama-tama, bicaralah kepada mereka, berikan mereka kesempatan untuk berbicara. Mereka adalah orang yang sedang dirundung malang, karena itu, langkah pertama yang dilakukan, adalah membangkitkan semangat mereka! Mereka harus diajak untuk bisa bekerja sama dan menyadari bahwa sebenarnya mereka masih memiliki sesuatu yang bisa dikontribusikan ke organisasi. Tapi tentu saja, semua ada batasnya. Setelah beberapa waktu, mereka harus improved! Kalau tidak bisa, lakukan fasilitasi untuk mencari karir yang lebih tepat. Jangan-jangan pekerjaan mereka saat ini masih belum sesuai dengan kompetensi dan keinginannya. Atau jangan-jangan ada pekerjaan lain di luar perusahaan yang lebih sesuai dengan keinginannya.
Jadi pada dasarnya, melakukan diferensiasi bagi seorang Pemimpin, termasuk para Line Manager, bukan saja suatu kewajiban, melainkan tuntutan untuk lebih menempatkan orang pada kategorinya masing-masing. Supaya semua orang tepat posisi, tepat perlakukan, dan tahu harus kemana. Semua orang, akhirnya merasa dihargai dan dihormati akibat adanya proses komunikasi. Para Low Performer-pun tidak lagi merasa-rasa sebagai orang yang tidak dianggap. Kalaupun mereka harus kalah dalam persaingan, tetapi mereka menyadari bahwa, masih banyak orang lain yang lebih baik yang lebih patut untuk lebih dihargai dibandingkan diri mereka. Mereka merasa, perusahaan telah menghargai dan menghormati mereka, walaupun hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Paling tidak semua orang, termasuk para Low Performer mengetahui, bahwa merekapun harus secara legowo mencari tempat lain yang paling pas untuk mereka.
Thursday, 9 July 2009
Pemimpin; Apakah anda masih dipercaya?
toto zurianto
Aspek penting yang harus dibangun dan dituntut untuk selalu ada pada diri seorang Pemimpin adalah, kepercayaan. Tidak hanya dipercaya oleh orang-orang yang dipimpinnya, tetapi termasuk pula para customers atau stakeholders eksternal.
Apa indikator penting yang bisa kita jadikan pertimbangan untuk mengukur kadar kepercayaan (trusted) orang terhadap kepemimpinan anda (Maister, et all)?
Pertama, semakin banyak orang yang menginginkan pandangan (advice) anda. Ini menunjukkan anda memiliki kompetensi yang bagus sehingga apa yang anda katakan, bukan saja dirindukan, tetapi sekaligus dilaksanakan. Jangan biarkan anda berbuih dan berbusa menyampaikan gagasan anda, tetapi hanya dianggap angin lalu dan langsung dilupakan.
Kedua, semakin banyak persoalan-persoalan yang lebih strategis yang harus anda tangani, bukan sekedar isu sederhana yang bersifat operasional yang kejadiannya hanya mengulang-ulang saja.
Ketiga, anda semakin dihargai dan dihormati (get more respected). Kadang-kadang banyak orang yang tidak peka, tidak tahu bahwa dia, sebagai pemimpin sebenarnya sedang tidak dihargai bawahannya, tidak dihormati sama sekali. Karena itu, cobalah selalu melatih kepekaan anda, jangan sampai kita seperti "muka tembok", tidak tahu bahwa kehadiran kita sebenarnya, sama sekali tidak dihargai dan tidak dihormati. Orang-orang yang ada disekeliling anda, sedang merasa terpaksa, karena anda, secara formal, adalah seorang boss!
Keempat, semakin banyak orang yang merekomendasikan diri anda kepada teman-temannya, karena anda dinilai lebih mampu dan bisa menyelesaikan persoalan-persoalan mereka. Banyak teman-teman baru yang menghubungi anda karena direkomendasikan oleh client anda.
Kelima, semakin sedikit orang-orang yang merasa tertekan (stress) karena kehadiran anda. Banyak pemimpin yang kurang menyadari bahwa kehadirannya cenderung membuat orang stress dan disenggaged!
Keenam, banyak orang yang secara ikhlas memaafkan anda ketika anda melakukan kesalahan (forgive you when you make a mistake).
Ketujuh, banyak orang yang mengingatkan anda ketika anda berada dalam bahaya atas sesuatu yang mungkin bisa menimpa anda. Pemimpin yang trusted selalu dilindungi, bahkan oleh orang yang tidak begitu anda kenal
Kedelapan, anda sering diundang dan dilibatkan orang lain (clients) dalam mengatasi persoalan mereka, bahkan sejak awal, bukan hanya ketika anda sedang mengalami persoalan.
Kesembilan, selalu lebih mempercayai anda di dalam melakukan adjustment. Pertimbangan dan instinct anda sangat dihargai.
Kesepuluh, banyak orang yang tidak ragu mengemukakan pendapat dan informasinya kepada anda tanpa takut akan tersebar kepada orang-orang yang tidak berkepentingan yang bisa menyulitkan mereka. Mereka menyadari, hal ini pada akhirnya akan membawa kebaikan bagi diri mereka sendiri.
Silahkan anda lihat secara jeli, bagaimana 10 indikator ini bekerja, apakah sudah cukup bagus, atau anda harus meng-improve-nya sehingga menjadi lebih baik.
Aspek penting yang harus dibangun dan dituntut untuk selalu ada pada diri seorang Pemimpin adalah, kepercayaan. Tidak hanya dipercaya oleh orang-orang yang dipimpinnya, tetapi termasuk pula para customers atau stakeholders eksternal.
Apa indikator penting yang bisa kita jadikan pertimbangan untuk mengukur kadar kepercayaan (trusted) orang terhadap kepemimpinan anda (Maister, et all)?
Pertama, semakin banyak orang yang menginginkan pandangan (advice) anda. Ini menunjukkan anda memiliki kompetensi yang bagus sehingga apa yang anda katakan, bukan saja dirindukan, tetapi sekaligus dilaksanakan. Jangan biarkan anda berbuih dan berbusa menyampaikan gagasan anda, tetapi hanya dianggap angin lalu dan langsung dilupakan.
Kedua, semakin banyak persoalan-persoalan yang lebih strategis yang harus anda tangani, bukan sekedar isu sederhana yang bersifat operasional yang kejadiannya hanya mengulang-ulang saja.
Ketiga, anda semakin dihargai dan dihormati (get more respected). Kadang-kadang banyak orang yang tidak peka, tidak tahu bahwa dia, sebagai pemimpin sebenarnya sedang tidak dihargai bawahannya, tidak dihormati sama sekali. Karena itu, cobalah selalu melatih kepekaan anda, jangan sampai kita seperti "muka tembok", tidak tahu bahwa kehadiran kita sebenarnya, sama sekali tidak dihargai dan tidak dihormati. Orang-orang yang ada disekeliling anda, sedang merasa terpaksa, karena anda, secara formal, adalah seorang boss!
Keempat, semakin banyak orang yang merekomendasikan diri anda kepada teman-temannya, karena anda dinilai lebih mampu dan bisa menyelesaikan persoalan-persoalan mereka. Banyak teman-teman baru yang menghubungi anda karena direkomendasikan oleh client anda.
Kelima, semakin sedikit orang-orang yang merasa tertekan (stress) karena kehadiran anda. Banyak pemimpin yang kurang menyadari bahwa kehadirannya cenderung membuat orang stress dan disenggaged!
Keenam, banyak orang yang secara ikhlas memaafkan anda ketika anda melakukan kesalahan (forgive you when you make a mistake).
Ketujuh, banyak orang yang mengingatkan anda ketika anda berada dalam bahaya atas sesuatu yang mungkin bisa menimpa anda. Pemimpin yang trusted selalu dilindungi, bahkan oleh orang yang tidak begitu anda kenal
Kedelapan, anda sering diundang dan dilibatkan orang lain (clients) dalam mengatasi persoalan mereka, bahkan sejak awal, bukan hanya ketika anda sedang mengalami persoalan.
Kesembilan, selalu lebih mempercayai anda di dalam melakukan adjustment. Pertimbangan dan instinct anda sangat dihargai.
Kesepuluh, banyak orang yang tidak ragu mengemukakan pendapat dan informasinya kepada anda tanpa takut akan tersebar kepada orang-orang yang tidak berkepentingan yang bisa menyulitkan mereka. Mereka menyadari, hal ini pada akhirnya akan membawa kebaikan bagi diri mereka sendiri.
Silahkan anda lihat secara jeli, bagaimana 10 indikator ini bekerja, apakah sudah cukup bagus, atau anda harus meng-improve-nya sehingga menjadi lebih baik.
The New Age of Innovation
toto zurianto
Driving Co-Created Value Through Global Networks!
Buku ini sudah cukup lama diterbitkan (2008), tetapi jelas penulisnya C.K Prahalad dan M.S. Krisnan, mampu menunjukkan kepada kita, bagaimana dunia yang harus berterimakasih kepada gerakan untuk melakukan inovasi. Dunia bisnis adalah kegiatan untuk selalu melakukan inovasi, melakukann integrasi antara strategi bisnis, teknologi, proses, dan manusia yang menjalankannya. Inilah yang mendasari framework transformasi bisnis dalam rangka mewujudkan competitive advantage, atau berusaha bertahan atas serangan pesaing.
Transformasi Bisnis, dalam hal ini melalui strategic innovation, selalu harus didukung oleh keberadaan manusia sebagai motor penggerak proses perubahan yang hanya bisa efektif, apabila didukung oleh pembangunan core capabilities organisasi secara baik dengan kekuatan corporate culture yang kondusif. Inilah road map yang bisa mem-back-up suatu organisasi/perusahaan pada iklim lingkungan yang semakin meng-global dewasa ini.
Wednesday, 8 July 2009
Meningkatkan Akuntabilitas
toto zurianto
Kenapa kita suka mempertanyakan akuntabilitas orang? Karena Akuntabilitas adalah inti dan menjadi jantung dari suatu proses, atau eksekusi suatu kegiatan/aktivitas. Akuntabilitas sendiri, diartikan sebagai rasa kepemilikan yang kuat dari suatu individu/team dan tanggung jawab atas pelaksanaan suatu pekerjaan.
Pada organisasi yang besar, sering terlihat, sangat banyak pegawai yang responsible, tetapi tidak banyak yang accountable. Juga di perusahaan kecil, sering pula tidak jelas, siapa melakukan apa.
Membangun akuntabilitas memang susah-susah gampang. Tetapi sering tidak banyak orang yang merasa harus menciptakannya. Implementasinya, lebih banyak berhubungan dengan standar pelaksanaan pekerjaan, konsekuensi dari pekerjaan yang dilakukan, dan mekanisme feedback yang bisa dijalankan. Di sisi lain, akuntabilitas, merupakan bagian dari professional behaviour (perilaku profesional) yang berhubungan dengan level intellectual karyawan/pimpinan perusahaan. Pada perusahaan-perusahaan yang sudah modern, biasanya cukup mudah menciptakan perilaku yang akuntabel, terutama dimulai dari para Top Management yang ada.
Kenapa kita suka mempertanyakan akuntabilitas orang? Karena Akuntabilitas adalah inti dan menjadi jantung dari suatu proses, atau eksekusi suatu kegiatan/aktivitas. Akuntabilitas sendiri, diartikan sebagai rasa kepemilikan yang kuat dari suatu individu/team dan tanggung jawab atas pelaksanaan suatu pekerjaan.
Pada organisasi yang besar, sering terlihat, sangat banyak pegawai yang responsible, tetapi tidak banyak yang accountable. Juga di perusahaan kecil, sering pula tidak jelas, siapa melakukan apa.
Membangun akuntabilitas memang susah-susah gampang. Tetapi sering tidak banyak orang yang merasa harus menciptakannya. Implementasinya, lebih banyak berhubungan dengan standar pelaksanaan pekerjaan, konsekuensi dari pekerjaan yang dilakukan, dan mekanisme feedback yang bisa dijalankan. Di sisi lain, akuntabilitas, merupakan bagian dari professional behaviour (perilaku profesional) yang berhubungan dengan level intellectual karyawan/pimpinan perusahaan. Pada perusahaan-perusahaan yang sudah modern, biasanya cukup mudah menciptakan perilaku yang akuntabel, terutama dimulai dari para Top Management yang ada.
Tuesday, 7 July 2009
Membangun Kredibilitas
toto zurianto
Kenapa kita harus mempunyai kredibilitas? Karena kredibilitas diperlukan untuk membangun kepercayaan, agar orang menerima ucapan, pemikiran, dan usulan kita. Dengan kredibilitas, kita mendapatkan kemudahan, bahkan biaya yang dikeluarkan akan menjadi hemat. Tanpa kredibilitas, kita sulit dipercaya orang, dan tentunya segala sesuatu menjadi sangat terganggu, bahkan biaya organisasi menjadi tinggi. Akhirnya kita tidak bisa bersaing, dan membuat kita bangkrut.
Paling sederhana membangun kredibilitas adalah melalui kompetensi. Kalau kita tidak relevant, tidak kompeten, maka, tidak ada yang mempercayai kita. Karena itu, kemampuan teknis (technical expertise) menjadi penting untuk dimiliki. tetapi tidak hanya technical competency, kita memerlukan hal-hal yang sifatnya intangible. Lebih dilihat dari bagaimana kita melakukan sesuatu, bagaimana kita bereaksi, bahkan cara kita berjalan atau berbicara, bisa diterjemahkan bermacam-macam yang membuat kredibilitas kita bisa turun, atau bahkan bisa pula meningkat.
Pada sisi ini, David H. Maister mencatat beberapa upaya yang perlu kita jaga untuk meningkatkan kredibilitas kita;
Pertama, selalulah sedapat mungkin untuk menyampaikan hal-hal yang "benar" (how to tell as much truth as possible). Kalau sekedar akan menyakitkan perasaan orang, kita boleh tidak perduli. Tidak boleh karena segan atau kasihan, atau tidak enak dan sungkan, lalu kita tidak ingin berkata benar. Selalulah berusaha konsisten menyampaikan yang benar. Tentu berkata benar kepada atasan (boss) akan lebih sulit, tapi itulah perjuangan untuk menegakkan kredibilitas. Kita mungkin boleh tidak mengatakan yang sebenarnya, seandainya hal itu akan menyebabkan ada yang terluka (will injure other people).
Kedua, Selalulah berusaha untuk tidak mengatakan kebohongan (don't tell lies, or even exaggerate. At all ever). Kebohongan biasanya akan menyebabkan kita menjadi terbiasa untuk konsisten berbohong, bahkan kita berusaha menutup kebohongan itu dengan kebohongan-kebohongan baru. Hal ini, suatu saat akan mengganggu kita untuk berkata sebenarnya karena kita sudah terbiasa untuk berbohong.
Ketiga, hindarkan berkata sesuatu yang membuat kita dinilai orang berbohong. Misalnya, ketika ada yang menginginkan pegawai terbaik dari tempat kita, kita cepat-cepat berkata, "Okay, nanti akan saya kirimkan pegawai yang berkualitas". Padahal pegawai yang super tentu saja akan kita tahan di tempat kita, dan akhirnya kita mengirimkan pegawai second best!
Keempat, berbicaralah dengan penuh ekspresi, jangan terlalu datar (speak with expression, not monotonically). Gunakan bahasa tubuh yang baik, pandangan (eye contact), dan suara anda untuk memberikan kesan yang bagus dari lawan berbicara. Ini adalah energi yang harus anda maintain untuk memberi kesan daya passionate anda.
Keempat hal-hal ini merupakan bagian dari upaya membangun kredibilitas yang selalu harus disempurnakan terus menerus.
Kenapa kita harus mempunyai kredibilitas? Karena kredibilitas diperlukan untuk membangun kepercayaan, agar orang menerima ucapan, pemikiran, dan usulan kita. Dengan kredibilitas, kita mendapatkan kemudahan, bahkan biaya yang dikeluarkan akan menjadi hemat. Tanpa kredibilitas, kita sulit dipercaya orang, dan tentunya segala sesuatu menjadi sangat terganggu, bahkan biaya organisasi menjadi tinggi. Akhirnya kita tidak bisa bersaing, dan membuat kita bangkrut.
Paling sederhana membangun kredibilitas adalah melalui kompetensi. Kalau kita tidak relevant, tidak kompeten, maka, tidak ada yang mempercayai kita. Karena itu, kemampuan teknis (technical expertise) menjadi penting untuk dimiliki. tetapi tidak hanya technical competency, kita memerlukan hal-hal yang sifatnya intangible. Lebih dilihat dari bagaimana kita melakukan sesuatu, bagaimana kita bereaksi, bahkan cara kita berjalan atau berbicara, bisa diterjemahkan bermacam-macam yang membuat kredibilitas kita bisa turun, atau bahkan bisa pula meningkat.
Pada sisi ini, David H. Maister mencatat beberapa upaya yang perlu kita jaga untuk meningkatkan kredibilitas kita;
Pertama, selalulah sedapat mungkin untuk menyampaikan hal-hal yang "benar" (how to tell as much truth as possible). Kalau sekedar akan menyakitkan perasaan orang, kita boleh tidak perduli. Tidak boleh karena segan atau kasihan, atau tidak enak dan sungkan, lalu kita tidak ingin berkata benar. Selalulah berusaha konsisten menyampaikan yang benar. Tentu berkata benar kepada atasan (boss) akan lebih sulit, tapi itulah perjuangan untuk menegakkan kredibilitas. Kita mungkin boleh tidak mengatakan yang sebenarnya, seandainya hal itu akan menyebabkan ada yang terluka (will injure other people).
Kedua, Selalulah berusaha untuk tidak mengatakan kebohongan (don't tell lies, or even exaggerate. At all ever). Kebohongan biasanya akan menyebabkan kita menjadi terbiasa untuk konsisten berbohong, bahkan kita berusaha menutup kebohongan itu dengan kebohongan-kebohongan baru. Hal ini, suatu saat akan mengganggu kita untuk berkata sebenarnya karena kita sudah terbiasa untuk berbohong.
Ketiga, hindarkan berkata sesuatu yang membuat kita dinilai orang berbohong. Misalnya, ketika ada yang menginginkan pegawai terbaik dari tempat kita, kita cepat-cepat berkata, "Okay, nanti akan saya kirimkan pegawai yang berkualitas". Padahal pegawai yang super tentu saja akan kita tahan di tempat kita, dan akhirnya kita mengirimkan pegawai second best!
Keempat, berbicaralah dengan penuh ekspresi, jangan terlalu datar (speak with expression, not monotonically). Gunakan bahasa tubuh yang baik, pandangan (eye contact), dan suara anda untuk memberikan kesan yang bagus dari lawan berbicara. Ini adalah energi yang harus anda maintain untuk memberi kesan daya passionate anda.
Keempat hal-hal ini merupakan bagian dari upaya membangun kredibilitas yang selalu harus disempurnakan terus menerus.
Penjajah Kolonial Baru
toto zurianto
Sejarah Indonesia diwarnai oleh penindasan ratusan tahun, terutama oleh pemerintah Belanda yang membuat bangsa Indonesia menderita dan hasil buminya diangkut dan dijual untuk kepentingan bangsa Belanda. Bahkan di zaman Jepang (1942-1945), banyak masyarakat bangsa yang disiksa oleh tentara penjajah Nippon.
Tetapi, penjajahan kepada tanah air, belumlah selesai. Kini perusahaan tambang asing (ditambah perusahaan tambang pribumi yang besar-besar), kembali berperan seperti yang dilakukan VOC selama beberapa abad. Tanah airku di Kalimantan dan Papua (Pulau Irian) masih mengalami perilaku yang tidak kurang dahsyatnya, setiap kali digali bahkan sampai beratus-ratus meter, dikeluarkan isinya, dibersihkan, yang jelek dan berbagai bahan kimia sisa bertaburan ditinggalkan begitu saja, dan isinya, mulai dari minyak mentah, tembaga, nikel, bauksit, emas, di bawa pemiliknya (pemegang konsesi) keluar Indonesia. Ada masyarakat yang menikmatinya, termasuk para pekerja kita, atau para penambang pribumi yang juga luar biasa. tetapi, apakah dengan demikian, hal tersebut sudah memenuhi harapan kita bersama, isinya sepenuhnya untuk kemakmuran dan kemaslahatan bangsa? Untuk memberantas kemiskinan, menjamin kesetaraan masyarakat?
Benar sekali uraian Kompas (6 Juli 2009), Dunia Pertambangan adalah sebuah potret ironis Indonesia. Disatu sisi, kekayaan alam menjadi tumpuan harapan untuk mensejahterakan masyarakat, di sisi lain kondisi lapangan menunjukkan kawasan paska tambang mengandung ancaman bahaya jangka panjang sangat serius. Siti Maemunah (Komnas Advokasi Tambang) mengatakan, kegiatan pertambangan, mulai dari eksplorasi hingga ke ekspolitasi, telah merusak lingkungan dan sosial. Pembuatan lubang (pit) penambangan, pembangunan pabrik serta infrastruktur lainnya, kegiatan pengupasan tanah, peledakan, serta pengoperasian alat-alat berat pengangkut tanah, semua menjadi sumber pencemaran dan merusak rona permukaan.
Akankah kita tetap diam dengan situasi ini. Bisakah kita melakukan kajian dan negosiasi ulang untuk menyelamatkan lingkungan dan potensi sumber daya alam kita yang sudah mulai sakit ini? Atau apakah kita menerima saja, bahwa kegiatan pertambangan kita anggap memberikan kontribusi siknifikan bagi anggaran negara (APBN)? Atau seperti kata Kwik Kian Gie di televisi tadi malam, betapa pemerintah Indonesia bahkan tidak mempunyai akses data yang tepat mengenai komponen harga minyak yang dijual ke pihak asing, sehingga sebenarnya uang masuk yang diterima negara jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah yang seharusnya (sewajarnya menurut transaksi internasional).
Wahai para pemimpin negara, sebagai Presiden baru nantinya, atau dengan mandat cukup lama sepanjang 2009-2014, perlulah segera memperhatikan masalah lingkungan dan pertambangan ini sebagai prioritas yang mendesak untuk ditindaklanjuti. Termasuk pola hubungan yang lebih terbuka, profesional dengan para rekanan yang mengerjakan proyek-proyek pertambangan nasional.
Sejarah Indonesia diwarnai oleh penindasan ratusan tahun, terutama oleh pemerintah Belanda yang membuat bangsa Indonesia menderita dan hasil buminya diangkut dan dijual untuk kepentingan bangsa Belanda. Bahkan di zaman Jepang (1942-1945), banyak masyarakat bangsa yang disiksa oleh tentara penjajah Nippon.
Tetapi, penjajahan kepada tanah air, belumlah selesai. Kini perusahaan tambang asing (ditambah perusahaan tambang pribumi yang besar-besar), kembali berperan seperti yang dilakukan VOC selama beberapa abad. Tanah airku di Kalimantan dan Papua (Pulau Irian) masih mengalami perilaku yang tidak kurang dahsyatnya, setiap kali digali bahkan sampai beratus-ratus meter, dikeluarkan isinya, dibersihkan, yang jelek dan berbagai bahan kimia sisa bertaburan ditinggalkan begitu saja, dan isinya, mulai dari minyak mentah, tembaga, nikel, bauksit, emas, di bawa pemiliknya (pemegang konsesi) keluar Indonesia. Ada masyarakat yang menikmatinya, termasuk para pekerja kita, atau para penambang pribumi yang juga luar biasa. tetapi, apakah dengan demikian, hal tersebut sudah memenuhi harapan kita bersama, isinya sepenuhnya untuk kemakmuran dan kemaslahatan bangsa? Untuk memberantas kemiskinan, menjamin kesetaraan masyarakat?
Benar sekali uraian Kompas (6 Juli 2009), Dunia Pertambangan adalah sebuah potret ironis Indonesia. Disatu sisi, kekayaan alam menjadi tumpuan harapan untuk mensejahterakan masyarakat, di sisi lain kondisi lapangan menunjukkan kawasan paska tambang mengandung ancaman bahaya jangka panjang sangat serius. Siti Maemunah (Komnas Advokasi Tambang) mengatakan, kegiatan pertambangan, mulai dari eksplorasi hingga ke ekspolitasi, telah merusak lingkungan dan sosial. Pembuatan lubang (pit) penambangan, pembangunan pabrik serta infrastruktur lainnya, kegiatan pengupasan tanah, peledakan, serta pengoperasian alat-alat berat pengangkut tanah, semua menjadi sumber pencemaran dan merusak rona permukaan.
Akankah kita tetap diam dengan situasi ini. Bisakah kita melakukan kajian dan negosiasi ulang untuk menyelamatkan lingkungan dan potensi sumber daya alam kita yang sudah mulai sakit ini? Atau apakah kita menerima saja, bahwa kegiatan pertambangan kita anggap memberikan kontribusi siknifikan bagi anggaran negara (APBN)? Atau seperti kata Kwik Kian Gie di televisi tadi malam, betapa pemerintah Indonesia bahkan tidak mempunyai akses data yang tepat mengenai komponen harga minyak yang dijual ke pihak asing, sehingga sebenarnya uang masuk yang diterima negara jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah yang seharusnya (sewajarnya menurut transaksi internasional).
Wahai para pemimpin negara, sebagai Presiden baru nantinya, atau dengan mandat cukup lama sepanjang 2009-2014, perlulah segera memperhatikan masalah lingkungan dan pertambangan ini sebagai prioritas yang mendesak untuk ditindaklanjuti. Termasuk pola hubungan yang lebih terbuka, profesional dengan para rekanan yang mengerjakan proyek-proyek pertambangan nasional.
HR Professional is To Serve!
toto zurianto
Peran HR Professional dalam suatu organisasi, terutama adalah melayani unit bisnis (unit kerja), bukan melakukan sesuatu dalam rangka menempatkan unit-nya (atau orangnya) sebagai bagian penting yang bergerak atas asumsinya sendiri. Sejak lebih sepuluh tahun yang lalu, keberadaaan HR Organization dan para Profesionalnya bergeser dari penguasa dan pemilik SDM di suatu organisasi (have and control the people) menjadi mitra unit bisnis (strategic business partner). Pemilik dan Pengendali utama SDM (pegawai) adalah para Business Manager, atau Line Manager-nya. Karena itu, seorang Business Manager atau Line Manager adalah orang-orang yang membuat perencanaan kebutuhan SDM sesuai competency requirement pada masing-masing job, dan selanjutnya dengan alasan untuk mewujudkan sasaran business unit yang telah dibebankan organisasi, mengajukan kebutuhan budget HR kepada CEO atau Finance Director. Tentunya dengan melakukan konsultasi ke HR Professional, selanjutnya tanggung jawab pengelolaannya menjadi milik para Business Manager.
Pendekatan pengelolaan SDM seperti ini, terutama mulai diperjuangkan setelah munculnya pemikiran Dave Ulrich (HR Champion, 1997) dan kawan-kawan dari University of Michigan Ann Arbor yang terkenal dengan pendekatan Strategic Business Partner. Tepatnya, melalui HR Champion, Dave Ulrich menegaskan kembali, bahwa peran HR Professional perlu diwujudkan melalui 4 hal; (i) Sebagai Strategic Partner yang membantu Business Manager dalam bidang SDM untuk mewujudkan sasaran (goal) Business Unit. (ii) Peran membentuk Change Agent, membantu Business Unit menciptakan para trooper atau Agent Perubahan yang selalu melakukan inovasi untuk meningkatkan added value suatu unit kerja. (iii) Peran menghasilkan Employee Champion, yaitu melalui kebijakan dan kemampuannya selalu berusaha meningkatkan kompetensi pegawai sehingga menjadi profesional dan bahkan expert, dan (iv) Peran memberikan pelayanan yang efisien melalui dukungan administrasi SDM yang baik yang disebut sebagai peran Administrative Expert.
Melalui peran tersebut, HR Professional pada dasarnya bertugas sebagai pelayan yang melalui profesionalismenya, selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi Business Unit, bahkan juga bagi Pegawai dan Organisasi secara menyeluruh. Sering juga ditegaskan, bahwa HR Professional melalui HR Organization-nya, harus sama-sama care, baik kepada Business Unit/Line Manager, maupun kepada Organisasi secara menyeluruh!
Bagaimana meningkatkan suatu pelayanan?
Salah satu peran yang menonjol pada pendekatan SDM saat ini adalah peran konsultansi, memberikan professional advice kepada Business Unit dan Line Manager. Ada beberapa pendekatan penting yang harus dimiliki oleh seorang konsultan (David H. Master, et all, 2000), termasuk tentunya para HR Client Professional;
Pertama, senantiasa fokus kepada Client (have a predilection to focus on the client, rather than themselves), para pengguna pelayanan jasa HR, terutama Business Manager dan Line Manager! Bahkan kepada pegawai, termasuk pegawai HR Department, perlu kita perlakukan secara professional. Bagi para HR professional, upaya ini haruslah didukung oleh kepercayaan diri yang kuat (self-confidence) karena kompeten, dan adanya keinginan untuk memahami aspek clients secara dalam. Bukan sekedar memberikan kepuasan sesaat yang pada jangka panjang akan membuat organisasi menderita.
Kedua, mempunyai kepercayaan kuat, bahwa memahami persoalan dasar jauh lebih penting dibandingkan secara buru-buru berusaha menyelesaikan hal-hal yang bersifat teknikal (focus on problem definition, not on technical or content master). Sering sekali para profesional HR, secara tergesa-gesa memberikan advice yang kurang didukung oleh dasar kajian yang komprehensif sehingga upaya penyelesaian masalah, hanya bersifat jangka pendek dan bisa menimbulkan masalah lain (yang baru) yang lebih sulit.
Ketiga, mempunyai Semangat Persaingan yang kuat (show a strong competitive drive), bukan bersaing kepada kompetitors eksternal, tetapi berusaha mencari pola solusi yang baru yang terbaik yang memberikan kepuasan kepada pelanggan dalam jangka panjang.
Keempat, secara konsisten selalu melakukan hal-hal yang benar, bukan karena menyelesaikan suatu outcome tertentu saja (consistently focus on doing the right things).
Banyak hal-hal lain yang perlu dilakukan oleh para Professional HR dalam rangka meningkatkan pelayanannya kepada para clientnya, baik Business Manager, atau Line Manager, bahkan kepada pegawai itu sendiri. Sifat-sifat untuk membangun suasana saling mempercayai (trusted) adalah esensi dasar untuk membangun pola hubungan yang efisien antara HR Professional dengan Client-nya.
Peran HR Professional dalam suatu organisasi, terutama adalah melayani unit bisnis (unit kerja), bukan melakukan sesuatu dalam rangka menempatkan unit-nya (atau orangnya) sebagai bagian penting yang bergerak atas asumsinya sendiri. Sejak lebih sepuluh tahun yang lalu, keberadaaan HR Organization dan para Profesionalnya bergeser dari penguasa dan pemilik SDM di suatu organisasi (have and control the people) menjadi mitra unit bisnis (strategic business partner). Pemilik dan Pengendali utama SDM (pegawai) adalah para Business Manager, atau Line Manager-nya. Karena itu, seorang Business Manager atau Line Manager adalah orang-orang yang membuat perencanaan kebutuhan SDM sesuai competency requirement pada masing-masing job, dan selanjutnya dengan alasan untuk mewujudkan sasaran business unit yang telah dibebankan organisasi, mengajukan kebutuhan budget HR kepada CEO atau Finance Director. Tentunya dengan melakukan konsultasi ke HR Professional, selanjutnya tanggung jawab pengelolaannya menjadi milik para Business Manager.
Pendekatan pengelolaan SDM seperti ini, terutama mulai diperjuangkan setelah munculnya pemikiran Dave Ulrich (HR Champion, 1997) dan kawan-kawan dari University of Michigan Ann Arbor yang terkenal dengan pendekatan Strategic Business Partner. Tepatnya, melalui HR Champion, Dave Ulrich menegaskan kembali, bahwa peran HR Professional perlu diwujudkan melalui 4 hal; (i) Sebagai Strategic Partner yang membantu Business Manager dalam bidang SDM untuk mewujudkan sasaran (goal) Business Unit. (ii) Peran membentuk Change Agent, membantu Business Unit menciptakan para trooper atau Agent Perubahan yang selalu melakukan inovasi untuk meningkatkan added value suatu unit kerja. (iii) Peran menghasilkan Employee Champion, yaitu melalui kebijakan dan kemampuannya selalu berusaha meningkatkan kompetensi pegawai sehingga menjadi profesional dan bahkan expert, dan (iv) Peran memberikan pelayanan yang efisien melalui dukungan administrasi SDM yang baik yang disebut sebagai peran Administrative Expert.
Melalui peran tersebut, HR Professional pada dasarnya bertugas sebagai pelayan yang melalui profesionalismenya, selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi Business Unit, bahkan juga bagi Pegawai dan Organisasi secara menyeluruh. Sering juga ditegaskan, bahwa HR Professional melalui HR Organization-nya, harus sama-sama care, baik kepada Business Unit/Line Manager, maupun kepada Organisasi secara menyeluruh!
Bagaimana meningkatkan suatu pelayanan?
Salah satu peran yang menonjol pada pendekatan SDM saat ini adalah peran konsultansi, memberikan professional advice kepada Business Unit dan Line Manager. Ada beberapa pendekatan penting yang harus dimiliki oleh seorang konsultan (David H. Master, et all, 2000), termasuk tentunya para HR Client Professional;
Pertama, senantiasa fokus kepada Client (have a predilection to focus on the client, rather than themselves), para pengguna pelayanan jasa HR, terutama Business Manager dan Line Manager! Bahkan kepada pegawai, termasuk pegawai HR Department, perlu kita perlakukan secara professional. Bagi para HR professional, upaya ini haruslah didukung oleh kepercayaan diri yang kuat (self-confidence) karena kompeten, dan adanya keinginan untuk memahami aspek clients secara dalam. Bukan sekedar memberikan kepuasan sesaat yang pada jangka panjang akan membuat organisasi menderita.
Kedua, mempunyai kepercayaan kuat, bahwa memahami persoalan dasar jauh lebih penting dibandingkan secara buru-buru berusaha menyelesaikan hal-hal yang bersifat teknikal (focus on problem definition, not on technical or content master). Sering sekali para profesional HR, secara tergesa-gesa memberikan advice yang kurang didukung oleh dasar kajian yang komprehensif sehingga upaya penyelesaian masalah, hanya bersifat jangka pendek dan bisa menimbulkan masalah lain (yang baru) yang lebih sulit.
Ketiga, mempunyai Semangat Persaingan yang kuat (show a strong competitive drive), bukan bersaing kepada kompetitors eksternal, tetapi berusaha mencari pola solusi yang baru yang terbaik yang memberikan kepuasan kepada pelanggan dalam jangka panjang.
Keempat, secara konsisten selalu melakukan hal-hal yang benar, bukan karena menyelesaikan suatu outcome tertentu saja (consistently focus on doing the right things).
Banyak hal-hal lain yang perlu dilakukan oleh para Professional HR dalam rangka meningkatkan pelayanannya kepada para clientnya, baik Business Manager, atau Line Manager, bahkan kepada pegawai itu sendiri. Sifat-sifat untuk membangun suasana saling mempercayai (trusted) adalah esensi dasar untuk membangun pola hubungan yang efisien antara HR Professional dengan Client-nya.
Saturday, 4 July 2009
Leaders and The Leadership
toto zurianto
Real Leadership is not just about the person, it's also about the process (3)
Kalau kita berbicara mengenai kepemimpinan, maka yang kita maksudkan dengan kepemimpinan adalah ketika kita mengartikan kepemimpinan sebagai sebuah sistem yang holistik yang lebih melihat perjalanannya sebagai bagian yang lebih penting, dibandingkan dengan orang-orang yang menjalankankannya.
Banyak Pemimpin yang mampu dan bisa dikategorikan sebagai pemimpin yang baik. Tetapi kondisi itu, bukan berarti aspek kepemimpinannya sudah baik. Banyak pemimpin yang sudah kompeten, tetapi merasa cukup sulit untuk menciptakan sistem yang bisa melahirkan para pemimpin pengganti yang berjiwa kepemimpinan. Disamping beberapa kompetensi utama kepemimpinan yang tidak pernah ditinggalkan, seperti Leading Through Vision and Values, Courages to make decision, atau sikap Straight-Forward, ada bebrapa sikap yang negatif yang perlu dihindari oleh seorang Leaders;
Sikap terlalu mementingkan diri sendiri (selfishness). Pemimpin yang kuat sering tidak pernah menyadari manfaat pekerjaannya untuk dirinya sendiri. Pemimpin yang baik, sangat berorientasi kepada tujuan yang luas luas. Dia tidak pernah dan tidak suka mengambil kredit hanya untuk kepentingan diri sendiri. Karena itu, kalau pemimpin masih mempunyai sifat-sifat selfishness, biasanya kategori kepemimpinannya masih sangat dangkal.
Keinginan untuk terlihat Pintar (A desire to look Intelligent). Secara teknikal, setiap orang tidak mungkin mengetahui banyak hal, karena itu, seharusnya siapapun perlu untuk fokus kepada pengetahuan utama yang membuatnya unggul dibandingkan orang lain. Pemimpin yang terlalu memaksa untuk mengetahui banyak hal, biasanya penampilannya sering terlihat "agak bodoh" di mata lingkungannya. Jadi, please Be Focus!
Keinginan untuk dilihat sebagai orang yang paling benar (A desire to be seen to be right). Ini sigfat-sifat jelek yang harus kita hindari. Kebenaran bukanlah monopoli seorang pemimpin. Setiap orang, bisa saja keliru, karena itu janganlah berpretensi untuk memonopoli kebenaran.
Banyak hal yang harus dipelajari dan dihindari oleh Leaders!
Real Leadership is not just about the person, it's also about the process (3)
Kalau kita berbicara mengenai kepemimpinan, maka yang kita maksudkan dengan kepemimpinan adalah ketika kita mengartikan kepemimpinan sebagai sebuah sistem yang holistik yang lebih melihat perjalanannya sebagai bagian yang lebih penting, dibandingkan dengan orang-orang yang menjalankankannya.
Banyak Pemimpin yang mampu dan bisa dikategorikan sebagai pemimpin yang baik. Tetapi kondisi itu, bukan berarti aspek kepemimpinannya sudah baik. Banyak pemimpin yang sudah kompeten, tetapi merasa cukup sulit untuk menciptakan sistem yang bisa melahirkan para pemimpin pengganti yang berjiwa kepemimpinan. Disamping beberapa kompetensi utama kepemimpinan yang tidak pernah ditinggalkan, seperti Leading Through Vision and Values, Courages to make decision, atau sikap Straight-Forward, ada bebrapa sikap yang negatif yang perlu dihindari oleh seorang Leaders;
Sikap terlalu mementingkan diri sendiri (selfishness). Pemimpin yang kuat sering tidak pernah menyadari manfaat pekerjaannya untuk dirinya sendiri. Pemimpin yang baik, sangat berorientasi kepada tujuan yang luas luas. Dia tidak pernah dan tidak suka mengambil kredit hanya untuk kepentingan diri sendiri. Karena itu, kalau pemimpin masih mempunyai sifat-sifat selfishness, biasanya kategori kepemimpinannya masih sangat dangkal.
Keinginan untuk terlihat Pintar (A desire to look Intelligent). Secara teknikal, setiap orang tidak mungkin mengetahui banyak hal, karena itu, seharusnya siapapun perlu untuk fokus kepada pengetahuan utama yang membuatnya unggul dibandingkan orang lain. Pemimpin yang terlalu memaksa untuk mengetahui banyak hal, biasanya penampilannya sering terlihat "agak bodoh" di mata lingkungannya. Jadi, please Be Focus!
Keinginan untuk dilihat sebagai orang yang paling benar (A desire to be seen to be right). Ini sigfat-sifat jelek yang harus kita hindari. Kebenaran bukanlah monopoli seorang pemimpin. Setiap orang, bisa saja keliru, karena itu janganlah berpretensi untuk memonopoli kebenaran.
Banyak hal yang harus dipelajari dan dihindari oleh Leaders!
Friday, 3 July 2009
Leaders' Vision
toto zurianto
Leaders need to have a point of view about the future and be able to position the firm for future customers (Ulrich and Smallwood).
Tidak ada pilihan lain bagi para Pemimpin, kapanpun, kalau anda gagal mengembangkan perilaku anda untuk selalu mencari sesuatu yang baru, terutama mengenai masa depan yang lebih baik, yang tidak saja harus selalu seimbang atau lebih tinggi dibandingkan competitors anda, maka anda akan kesulitan, bahkan bisa hancur. Ini yang disebut dengan berpikir Strategis! Benar sekali, Leaders tidak boleh berhenti. Biarkan perusahaan anda berjalan sesuai apa adanya, dan serahkan pergerakan rutin itu kepada bawahan anda. Lalu anda, selalulah setiap hari setiap saat, untuk mencipta. Ini akan membuat anda hidup, berpikir sebagai proses perubahan.
Leaders need to have a point of view about the future and be able to position the firm for future customers (Ulrich and Smallwood).
Tidak ada pilihan lain bagi para Pemimpin, kapanpun, kalau anda gagal mengembangkan perilaku anda untuk selalu mencari sesuatu yang baru, terutama mengenai masa depan yang lebih baik, yang tidak saja harus selalu seimbang atau lebih tinggi dibandingkan competitors anda, maka anda akan kesulitan, bahkan bisa hancur. Ini yang disebut dengan berpikir Strategis! Benar sekali, Leaders tidak boleh berhenti. Biarkan perusahaan anda berjalan sesuai apa adanya, dan serahkan pergerakan rutin itu kepada bawahan anda. Lalu anda, selalulah setiap hari setiap saat, untuk mencipta. Ini akan membuat anda hidup, berpikir sebagai proses perubahan.
Level 5 Leadership
toto zurianto
Jim Collins tidak terlalu antusias membuat perbedaan antara pemimpin dengan manajer sementara banyak diantara kita berkutat mencoba membanding-bandingkan kedua pengertian tersebut. Sebagian kita mengatakan bahwa pejabat yang ada di lingkungan kita umumnya baru sampai pada level manajer saja (do the things right), sedangkan leader (do the right things) sebagaimana yang kita harapkan masih merupakan tanda tanya besar.
Jim merasa tidak berkepentingan membuat batasan atau perbedaan antara seorang manajer dengan seorang leader mengingat pada dasarnya setiap orang atau terlebih lagi yang memiliki predikat seorang manajer, umumnya telah mempunyai sifat-sifat untuk mengelola, menganalisis dan sampai kepada bagaimana mengambil suatu keputusan. Hanya tingkatannya sering berbeda, ada yang mencapai tahap maksimal, ada pula yang mencapai tahapan medium atau bahkan tahap dasar. Karena itu, dia membagi level kepemimpinan atas 5 tingkatan.
Tingkatan paling dasar (Level 1) dari keberadaan dan keterlibatan seorang dalam suatu organisasi, menekankan kepada kemampuan individu yang diukur atas kontribusinya yang produktif bagi suatu organisasi (highly capable individual). Perilaku umum yang secara kasat dapat dilihat untuk menunjang pencapaian kepemimpinan level ini adalah talenta yang bersangkutan, pengetahuan dan keterampilan serta kebiasaannya dalam melaksanakan pekerjaan.
Meningkat pada Level 2, seorang pemimpin dipertanyakan peran atau kontribusinya untuk mencapai tujuan suatu unit kerja (business unit) tertentu.
Tahapan selanjutnya, Level 3, adalah ketika seseorang diberi kepercayaan untuk mengelola sejumlah orang dan resources lain secara efektif dan efisien untuk mewujudkan sasaran yang sudah ditetapkan terlebih dahulu. Ada tanggung jawab yang luas tetapi terbatas pada hal-hal yang sudah disepakati atau ditetapkan terlebih dahulu.
Kepemimpinan Level 4 adalah pemimpin yang dipersiapkan untuk mengemban tugas organisasi yang lebih strategis. Kepemimpinan pada Level 4 memerlukan visi yang mampu memberikan stimulasi bagi banyak orang berupaya untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi. Pelaksanaan pekerjaan tidak cukup sekedar melaksanakan “business as usual”. Pemimpin pada Level 4 setiap saat perlu memikirkan dan mempertanyakan keberadaan organisasinya dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara keseluruhan. Namun hal ini tidak dimaksudkan agar setiap pemimpin setiap saat perlu melakukan perobahan-perobahan sementara misi dan lingkungan organisasi tidak mengalami perobahan yang substansial.
Level 5 Leadership
Lalu apa yang kita maksudkan sebagai kepemimpinan tingkat lima? Tidak lain adalah pemimpin yang selalu berupaya membangun legacy atau greatness untuk mencapai tahap organisasi secara maksimal. Builds enduring greatness through a paradoxical blend of personal humility and professional will. Kepemimpinan tingkat lima bukan merupakan cita-cita dari pimpinan perusahaan besar yang masuk dalam perusahaan karegori good to great, tetapi ia lahir akibat beberapa ciri yang membuat keberhasilannya diakui. Kepemimpinan tingkat lima, membuktikan pola kepemimpinan yang dijalankannya selama beberapa decade, mampu melahirkan prestasi yang besar dan sustain. Tetapi dia tetap tidak termasuk pemimpin kategori selebritis. Dialah yang dikenal sebagai pemimpin yang rendah hati (humility, humble) dan sangat kompeten (professional).
toto zurianto
Jim Collins tidak terlalu antusias membuat perbedaan antara pemimpin dengan manajer sementara banyak diantara kita berkutat mencoba membanding-bandingkan kedua pengertian tersebut. Sebagian kita mengatakan bahwa pejabat yang ada di lingkungan kita umumnya baru sampai pada level manajer saja (do the things right), sedangkan leader (do the right things) sebagaimana yang kita harapkan masih merupakan tanda tanya besar.
Jim merasa tidak berkepentingan membuat batasan atau perbedaan antara seorang manajer dengan seorang leader mengingat pada dasarnya setiap orang atau terlebih lagi yang memiliki predikat seorang manajer, umumnya telah mempunyai sifat-sifat untuk mengelola, menganalisis dan sampai kepada bagaimana mengambil suatu keputusan. Hanya tingkatannya sering berbeda, ada yang mencapai tahap maksimal, ada pula yang mencapai tahapan medium atau bahkan tahap dasar. Karena itu, dia membagi level kepemimpinan atas 5 tingkatan.
Tingkatan paling dasar (Level 1) dari keberadaan dan keterlibatan seorang dalam suatu organisasi, menekankan kepada kemampuan individu yang diukur atas kontribusinya yang produktif bagi suatu organisasi (highly capable individual). Perilaku umum yang secara kasat dapat dilihat untuk menunjang pencapaian kepemimpinan level ini adalah talenta yang bersangkutan, pengetahuan dan keterampilan serta kebiasaannya dalam melaksanakan pekerjaan.
Meningkat pada Level 2, seorang pemimpin dipertanyakan peran atau kontribusinya untuk mencapai tujuan suatu unit kerja (business unit) tertentu.
Tahapan selanjutnya, Level 3, adalah ketika seseorang diberi kepercayaan untuk mengelola sejumlah orang dan resources lain secara efektif dan efisien untuk mewujudkan sasaran yang sudah ditetapkan terlebih dahulu. Ada tanggung jawab yang luas tetapi terbatas pada hal-hal yang sudah disepakati atau ditetapkan terlebih dahulu.
Kepemimpinan Level 4 adalah pemimpin yang dipersiapkan untuk mengemban tugas organisasi yang lebih strategis. Kepemimpinan pada Level 4 memerlukan visi yang mampu memberikan stimulasi bagi banyak orang berupaya untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi. Pelaksanaan pekerjaan tidak cukup sekedar melaksanakan “business as usual”. Pemimpin pada Level 4 setiap saat perlu memikirkan dan mempertanyakan keberadaan organisasinya dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara keseluruhan. Namun hal ini tidak dimaksudkan agar setiap pemimpin setiap saat perlu melakukan perobahan-perobahan sementara misi dan lingkungan organisasi tidak mengalami perobahan yang substansial.
Level 5 Leadership
Lalu apa yang kita maksudkan sebagai kepemimpinan tingkat lima? Tidak lain adalah pemimpin yang selalu berupaya membangun legacy atau greatness untuk mencapai tahap organisasi secara maksimal. Builds enduring greatness through a paradoxical blend of personal humility and professional will. Kepemimpinan tingkat lima bukan merupakan cita-cita dari pimpinan perusahaan besar yang masuk dalam perusahaan karegori good to great, tetapi ia lahir akibat beberapa ciri yang membuat keberhasilannya diakui. Kepemimpinan tingkat lima, membuktikan pola kepemimpinan yang dijalankannya selama beberapa decade, mampu melahirkan prestasi yang besar dan sustain. Tetapi dia tetap tidak termasuk pemimpin kategori selebritis. Dialah yang dikenal sebagai pemimpin yang rendah hati (humility, humble) dan sangat kompeten (professional).
toto zurianto
Thursday, 2 July 2009
Pemimpin Seperti Apa Anda?
toto zurianto
Anda ingin dikenal sebagai apa? Pemimpin seperti apa anda? Atribut seperti apa anda lebih suka dipanggil atau disebut oleh orang-orang yang ada di sekeliling anda. Banyak pilihan attributes yang bisa atau lebih sesuai dengan cita-cita dan keinginan anda, misalnya; seorang yang Accountable, atau Analytical, atau Attentive, atau Caring, atau Charismatic!
Biasanya, pilihan atribut tidaklah terlalu luas. Sangat besar pengaruh perilaku kita, atau nilai-nilai (values) kehidupan apa yang kita sukai dan sering kita jalankan (dipraktekkan). Cukup sulit bagi kita untuk tidak memilih perilaku yang berbeda dengan perilaku dan karakter kita. Beberapa pilihan atribut yang cukup dikenal, misalnya; Emotional, atau pemaaf (Forgiving), atau suka berkata apa adanya (Straightforward), atau selalu beriorientasi kepada hasil (result Oriented).
Bagaimanapun kita perlu memilih! Jangan banyak-banyak, carilah bentuk perilaku yang paling sesuai dengan pribadi anda, dan paling sesuai dengan keinginan anda. Itulah Attribute paling sesuai bagi anda! Itulah sesuatu yang membuat anda nyaman untuk dikenal pada lingkungan anda.
Di bawah ini ada beberapa pilihan atribut yang bisa anda pilih. Tidak ada yang tidak baik, semuanya positip, tergantung atribut mana yang paling sesuai dengan perilaku, atau kepribadian anda. Biasanya (Ulrich and Smallwood), paling banyak yang bisa sesuai dengan diri kita sekitar 6 atribut saja, mungkin lebih sedikit dari itu. Jadi, silahkan mencoba-coba, memilih mana yang paling sesuai dengan diri anda, atau atribut mana yang menurut banyak orang yang paling pas dengan diri anda.
Beberapa Pilihan Atribut - Benevolent
Accepting - Knowledgeables - Bright
Action Oriented - Lively - Humble
Adaptable - Logical - Innovative
Agile - Loving - Inspired
Calm - Loyal - Optimistic
Charismatic - Optimistic - Thorough
Collaborative - Organized
Compassionate - Outgoing
Decisive - Persistent
Dedicated - Pleasant
Easygoing - Polite
Efficient - Positive
Fast - Quality Oriented
Focus - Religious
Good Listener - Responsive
Happy - Savvy
Helpful - Self-confident
Independent - Trustworthy
Kind - Values driven
Anda ingin dikenal sebagai apa? Pemimpin seperti apa anda? Atribut seperti apa anda lebih suka dipanggil atau disebut oleh orang-orang yang ada di sekeliling anda. Banyak pilihan attributes yang bisa atau lebih sesuai dengan cita-cita dan keinginan anda, misalnya; seorang yang Accountable, atau Analytical, atau Attentive, atau Caring, atau Charismatic!
Biasanya, pilihan atribut tidaklah terlalu luas. Sangat besar pengaruh perilaku kita, atau nilai-nilai (values) kehidupan apa yang kita sukai dan sering kita jalankan (dipraktekkan). Cukup sulit bagi kita untuk tidak memilih perilaku yang berbeda dengan perilaku dan karakter kita. Beberapa pilihan atribut yang cukup dikenal, misalnya; Emotional, atau pemaaf (Forgiving), atau suka berkata apa adanya (Straightforward), atau selalu beriorientasi kepada hasil (result Oriented).
Bagaimanapun kita perlu memilih! Jangan banyak-banyak, carilah bentuk perilaku yang paling sesuai dengan pribadi anda, dan paling sesuai dengan keinginan anda. Itulah Attribute paling sesuai bagi anda! Itulah sesuatu yang membuat anda nyaman untuk dikenal pada lingkungan anda.
Di bawah ini ada beberapa pilihan atribut yang bisa anda pilih. Tidak ada yang tidak baik, semuanya positip, tergantung atribut mana yang paling sesuai dengan perilaku, atau kepribadian anda. Biasanya (Ulrich and Smallwood), paling banyak yang bisa sesuai dengan diri kita sekitar 6 atribut saja, mungkin lebih sedikit dari itu. Jadi, silahkan mencoba-coba, memilih mana yang paling sesuai dengan diri anda, atau atribut mana yang menurut banyak orang yang paling pas dengan diri anda.
Beberapa Pilihan Atribut - Benevolent
Accepting - Knowledgeables - Bright
Action Oriented - Lively - Humble
Adaptable - Logical - Innovative
Agile - Loving - Inspired
Calm - Loyal - Optimistic
Charismatic - Optimistic - Thorough
Collaborative - Organized
Compassionate - Outgoing
Decisive - Persistent
Dedicated - Pleasant
Easygoing - Polite
Efficient - Positive
Fast - Quality Oriented
Focus - Religious
Good Listener - Responsive
Happy - Savvy
Helpful - Self-confident
Independent - Trustworthy
Kind - Values driven
How to Improve your Organization Capabilities?
toto zurianto
Banyak hal yang perlu dilakukan agar suatu perusahaan atau organisasi tetap mencatatkan dirinya sebagai organisasi yang menjadi pemenang (the Winning), mampu bertahan menghadapi saingannya, selalu melahirkan produk/jasa yang inovatif dan berkualitas, serta tidak menghadapi kesulitan untuk mengatasi masalah-masalah internal organisasi. Hal paling penting pada dewasa ini (Ulrich and Smallwood, Leadership Brand, 2007, page 146-147)untuk terus diperhatikan adalah:
Pertama, selalu concern untuk mempertahankan Pegawai Berbakat dan Kontributif (Talent). Kebijakan organisasi harus mampu bersaing dan fleksibel untuk menarik calon dari luar, meningkatkan motivasinya, dan mempertahankan orang-orang yang kompeten dan memiliki komitmen tinggi. Jangan sampai yang menikmati kemudahan adalah orang-orang yang low performer yang sering membuat frustasi para High Star!
Kedua, memperjuangkan agar proses perubahan berlangsung CEPAT. Speed harus terjaga, perusahaan harus selalu cepat dan bagus dalam melakukan proses perubahan!
Ketiga, mempertahankan image customer dan pegawai yang tetap tinggi terhadap organisasi. Ini yang dikenal sebagai upaya untuk mempertahankan Share Mind-set secara terus menerus. Jangan sampai kesan pegawai atau pelanggan menjadi berbeda-beda dan naik turun!
Keempat, memegang tanggung jawab (accountability) dan selalu disiplin dalam mengawal upaya-upaya untuk mempertahankan kinerja organisasi agar tetap high performance. Keragu-raguan para leaders sering membawa ketidakpastian bagi pegawai untuk memegang isyarat yang akan dibawa organisasi. Proses perubahan yang tidak konsisten dan tidak disiplin, akan membuat banyak orang menjadi frustasi dan enggan mendukung proses perubahan yang dijalankan.
Kelima, membuka kesempatan untuk bekerja bersama pihak lain melalui collaboration yang saling menguntungkan sehingga diperoleh tingkat efisiensi yang tinggi. Pada dunia yang sangat meng-global dan terbuka dewasa ini serta melalui dukungan teknologi yang luar biasa perkembangannya, proses bekerja akan mencari bentuk yang paling efisien yang tidak lagi bisa dibatasi secara sempit oleh batasan internal organisasi. Bahkan upaya kerja sama untuk mendapatkan efisiensi paling tinggi, akan tidak bisa dicegah untuk melewati batas-batas negara secara lebih mudah (borderless). Karena itu, kesempatan untuk melakukan kolaborasi perlu terus kita upayakan terus menerus.
Kelima, membuka kesempatan untuk menghidupkan budaya belajar (learning), menciptakan suasana yang nyaman bagi karyawan untuk mencurahkan idenya secara terus menerus.
Tidak mudah untuk selalu mengupayakan agar organisasi atau perusahaan kita tetap berada di depan sebagai pemimpin dan pemenang diantara ekspektasi stakeholders dan para pesaing lain.
Banyak hal yang perlu dilakukan agar suatu perusahaan atau organisasi tetap mencatatkan dirinya sebagai organisasi yang menjadi pemenang (the Winning), mampu bertahan menghadapi saingannya, selalu melahirkan produk/jasa yang inovatif dan berkualitas, serta tidak menghadapi kesulitan untuk mengatasi masalah-masalah internal organisasi. Hal paling penting pada dewasa ini (Ulrich and Smallwood, Leadership Brand, 2007, page 146-147)untuk terus diperhatikan adalah:
Pertama, selalu concern untuk mempertahankan Pegawai Berbakat dan Kontributif (Talent). Kebijakan organisasi harus mampu bersaing dan fleksibel untuk menarik calon dari luar, meningkatkan motivasinya, dan mempertahankan orang-orang yang kompeten dan memiliki komitmen tinggi. Jangan sampai yang menikmati kemudahan adalah orang-orang yang low performer yang sering membuat frustasi para High Star!
Kedua, memperjuangkan agar proses perubahan berlangsung CEPAT. Speed harus terjaga, perusahaan harus selalu cepat dan bagus dalam melakukan proses perubahan!
Ketiga, mempertahankan image customer dan pegawai yang tetap tinggi terhadap organisasi. Ini yang dikenal sebagai upaya untuk mempertahankan Share Mind-set secara terus menerus. Jangan sampai kesan pegawai atau pelanggan menjadi berbeda-beda dan naik turun!
Keempat, memegang tanggung jawab (accountability) dan selalu disiplin dalam mengawal upaya-upaya untuk mempertahankan kinerja organisasi agar tetap high performance. Keragu-raguan para leaders sering membawa ketidakpastian bagi pegawai untuk memegang isyarat yang akan dibawa organisasi. Proses perubahan yang tidak konsisten dan tidak disiplin, akan membuat banyak orang menjadi frustasi dan enggan mendukung proses perubahan yang dijalankan.
Kelima, membuka kesempatan untuk bekerja bersama pihak lain melalui collaboration yang saling menguntungkan sehingga diperoleh tingkat efisiensi yang tinggi. Pada dunia yang sangat meng-global dan terbuka dewasa ini serta melalui dukungan teknologi yang luar biasa perkembangannya, proses bekerja akan mencari bentuk yang paling efisien yang tidak lagi bisa dibatasi secara sempit oleh batasan internal organisasi. Bahkan upaya kerja sama untuk mendapatkan efisiensi paling tinggi, akan tidak bisa dicegah untuk melewati batas-batas negara secara lebih mudah (borderless). Karena itu, kesempatan untuk melakukan kolaborasi perlu terus kita upayakan terus menerus.
Kelima, membuka kesempatan untuk menghidupkan budaya belajar (learning), menciptakan suasana yang nyaman bagi karyawan untuk mencurahkan idenya secara terus menerus.
Tidak mudah untuk selalu mengupayakan agar organisasi atau perusahaan kita tetap berada di depan sebagai pemimpin dan pemenang diantara ekspektasi stakeholders dan para pesaing lain.
Wednesday, 1 July 2009
Semua Memerlukan Perubahan
toto zurianto
Proses perubahan dimaksudkan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, agar suatu perusahaan atau suatu organisasi, bisa mewujudkan cita-cita atau tujuannya dengan lebih mudah. Perusahaan yang terdesak, karena berhadapan dengan persaingan yang tinggi, mau tidak mau perlu menemukan cara-cara yang lebih baik, bukan saja untuk survive, tetapi sekaligus bisa leading dan menguasai pasar. Bagi perusahaan yang tidak berorientasi profit, tujuannya tetap sama, agar mampu memberikan produk atau jasa terbaik yang bisa menjawab keperluan stakeholder-nya. Bagi pemimpin perusahaan, atau institusi negara sekalipun, secara pribadi-pribadi, selalu muncul tantangan untuk menghasilkan yang terbaik bagi perusahaan/institusi yang dipimpinnya. Jangan sampai tidak ada kemajuan, jangan sampai apa yang dilakukannya lebih jelek dibandingkan yang dilakukan pendahulunya. Manajer-pun, bahkan bagi masing-masing pegawai, selalu harus memiliki orientasi untuk menghasilkan yang lebih baik dari siapapun yang ada. Tanpa sesuatu yang lebih baik, siapapun terpaksa harus menyingkir, atau disingkirkan dalam percaturan dan hubungan pada suatu organisasi.
Jadi, program perubahan pada dasarnya, harus menjadi cita-cita setiap orang. Tapi kenyataannya sering bertolak belakang. Banyak orang yang selalu cepat-cepat menolak untuk berubah atau melakukan perubahan. Kenapa? Sering karena kebanyakan kita kurang mampu menjelaskan aspek perubahan yang akan kita lakukan. Atau, sering pula kita terlalu khawatir, bahwa perubahan ini akan membuat semua orang akan menderita. Dan pada saat yang sama, seolah-olah, kalau kita tidak melakukan perubahan, kita tidak akan menderita dan kita tetap akan mampu mempertahankan kinerja atau prestasi kita.
Lalu kenapa masih sangat banyak orang yang tidak mau berubah, tidak ingin melakukan dan berpartisipasi dalam proses perubahan? Biasanya karena masih banyak orang yang merasa apa yang dilakukan dan dialami sekarang, belum akan menyulitkan yang bersangkutan di waktu yang akan datang. Tantangan yang akan dihadapinya masih belum terasa memberatkan.
Proses perubahan dimaksudkan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, agar suatu perusahaan atau suatu organisasi, bisa mewujudkan cita-cita atau tujuannya dengan lebih mudah. Perusahaan yang terdesak, karena berhadapan dengan persaingan yang tinggi, mau tidak mau perlu menemukan cara-cara yang lebih baik, bukan saja untuk survive, tetapi sekaligus bisa leading dan menguasai pasar. Bagi perusahaan yang tidak berorientasi profit, tujuannya tetap sama, agar mampu memberikan produk atau jasa terbaik yang bisa menjawab keperluan stakeholder-nya. Bagi pemimpin perusahaan, atau institusi negara sekalipun, secara pribadi-pribadi, selalu muncul tantangan untuk menghasilkan yang terbaik bagi perusahaan/institusi yang dipimpinnya. Jangan sampai tidak ada kemajuan, jangan sampai apa yang dilakukannya lebih jelek dibandingkan yang dilakukan pendahulunya. Manajer-pun, bahkan bagi masing-masing pegawai, selalu harus memiliki orientasi untuk menghasilkan yang lebih baik dari siapapun yang ada. Tanpa sesuatu yang lebih baik, siapapun terpaksa harus menyingkir, atau disingkirkan dalam percaturan dan hubungan pada suatu organisasi.
Jadi, program perubahan pada dasarnya, harus menjadi cita-cita setiap orang. Tapi kenyataannya sering bertolak belakang. Banyak orang yang selalu cepat-cepat menolak untuk berubah atau melakukan perubahan. Kenapa? Sering karena kebanyakan kita kurang mampu menjelaskan aspek perubahan yang akan kita lakukan. Atau, sering pula kita terlalu khawatir, bahwa perubahan ini akan membuat semua orang akan menderita. Dan pada saat yang sama, seolah-olah, kalau kita tidak melakukan perubahan, kita tidak akan menderita dan kita tetap akan mampu mempertahankan kinerja atau prestasi kita.
Lalu kenapa masih sangat banyak orang yang tidak mau berubah, tidak ingin melakukan dan berpartisipasi dalam proses perubahan? Biasanya karena masih banyak orang yang merasa apa yang dilakukan dan dialami sekarang, belum akan menyulitkan yang bersangkutan di waktu yang akan datang. Tantangan yang akan dihadapinya masih belum terasa memberatkan.
Subscribe to:
Posts (Atom)